"Anggraeni tersentak! " Lope-lope di sekitar kepala suaminya tiba-tiba lenyap, berubah bayangan dirinya yang nyengir konyol.Â
"Hemmm... "Â
Anggraeni kini tahu, ternyata selama ini suaminya hanya menganggap dirinya seperti badut konyol yang menghibur. Anggraeni terdiam.Â
Tapi sikap cuek kembali menguasainya. Buat apa pusing-pusing memikirkan kelakuan suaminya. Toh bagaimanapun dia tetap suaminya, dan begitu akan selalu menjadi suaminya. Biar saja dia menggoda dan merayu banyak wanita, toh tidak ada gunanya.
 Biar saja perempuan-perempuan itu tergoda. Salah sendiri mau digoda dan digombalin. Yang penting Mukidi tetap jadi suaminya. Dia tidak menuntut kesetiaan dari Mukidi yang hobi menggoda semua perempuan yang gampang digombalin. Hatinya sudah mengendap  tak tertarik mengumbar nafsu dunia berlebihan. Hidup sekedar nglakoni.Â
Meski terkadang risih, seperti tidak dihargai oleh Mukidi. Seolah jadi istri tidak becus mengurus suami, Â sehingga suaminya mengumbar rayuan pada perempuan-perempuan di medsos.Â
 Anggraeni menyeringai sumir. Dia kembali dengan pikirannya yang merdeka. Tak ingin dijajah dengan keinginan-keinginan yang justru membelenggunya. Toh semuanya ada pertanggung jawabannya. Tuhan tidak bisa dibohongi.Â
Cuma kadang justru para komentator yang membuatnya protes dan mengadu pada Mukidi suaminya.Â
Karena ulah Mukidi justru dirinya yang disalahkan tak bisa menjaga dan menyenangkan suami.
 Kalau Mukidi lagi dekat dengan perempuan langsing, orang berbisik-bisik kalau Anggraeni tidak pintar merawat tubuh dan gembrot, sehingga suaminya iseng mempermainkan perempuan langsing yang mau digoda.Â
 Kalau yang lagi dekat dengan Mukidi adalah perempuan keibuan, Orang-orang bilang Anggraeni kelaki-lakian, sehingga Mukidi iseng menggoda perempuan lembut keibuan yang gampang digoda.Â