"Aku membeli gelang ini untukmu saat melewati monas . Gelangnya cantik, setelah itu aku mengingatmu dan berpikir sepertinya cocok untukmu" lagi-lagi dia berkata sambil tersenyum manis
"Oh iyaa terimakasih, iya gelangnya bagus aku suka" jawabku sambil menerima gelang itu
"Oke sudah waktunya pulang sampai jumpa disekolah yaa" aku melanjutkan sambil melampaikan tangan.Â
Dia selalu bersikap baik dan manis seperti saat berkenalan dan selalu memberikan yang terbaikk. Semua berjalan dengan lancar dan baik-baik saja. Sikapnya tak berubah sama sekali. Â dia masih sama dengan dia yang dulu bahkan ternyata dia lebih baik setelah tau bahwa aku juga menyukainya.Â
Tibalah waktu kita mengambil jalan masing-masing. Semua masih normal dan dia masih tidak berubah akan tetapi disini akulah yang bersalah, sikapkulah yang berubah. Aku menjadi dingin dan selalu mencari alasan untuk tidak bertemu.Â
Rasaku tidak berubah tapi justru semakin bertambah. Semua ini berawal dari rasa cemburuku yang berlebihan. Rasa cinta dan sayangku yang terlalu besar membuatku merasa takut kehilangan. Aku takut dia pergi padahal dia tak pernah meninggalkan dan lupa memberiku pesan singkat dimana pun keberadaannya.Â
Kecemburuanku itu membuatku menjadi sosok yang kasar dan arogan. Kecemburan itu membuat semuanya hilang. Kebahagiaanku, kenyamananku dan semua hal bahagia saat bersama Anggar lenyap. Rasa takut kehilangan itu menjadikan aku sebagai seseorang yang angkuh dan bersikap seolah aku ini perempuan yang sangat cantik. Sehingga jika Anggar meninggalkanku aku akan segera mendapatkan penggantinya.Â
"Aku rasa kamu lebih baik mencari perempuan yang lebih segalanya dari aku" pesanku terkirim padanya
"Kenapa? Bagiku kamu sudah menjadi yang terbaik. Aku gak tertarik dengan yang lain" jawabnya
"tapi diluar sana banyak yang lebih cantik, pintar dan semuanya."
"kamu juga cantik, baik, pintar dan yang aku sayang adalah  kamu bukan yang lain."