"Ihh jorok, mana gue lagi makan nih elah. Nabung emas mulu kaga kaya-kaya lo," tawa mereka bercampur menjadi satu.Â
Begitulah kilas obrolan dua sahabat mewarnai pagi diminggu ketiga bulan november.Â
Dua puluh satu hari sudah Adera merasakan menjadi penggangguran di tanah orang. Pahit manis getir seolah menyatu dalam perasaannya.Â
Tetapi dia adalah gadis berwatak keras. Apapun yang dia inginkan harus bisa didapatkan apapun caranya.Â
Sekali ia telah memutuskan maka segala resiko baik maupun buruk harus dilalui.Â
Tidak ada kata mundur. Sesuatu yang telah dimulai harus diakhiri atau memang kisah sedihnya tanpa akhir.
Sekarang dia lebih bisa menerima. Tidak lagi meributkan perihal pekerjaan yang tak kunjung didapatkan. Pasrah.Â
Bingo. Justru tawaran datang saat detik-detik terakhir dia hendak menyerah.Â
Dua minggu laluÂ
Peluh menghujani tubuhnya. Keringat mengalir di pelipis. Sudah beberapa tempat dia datangi dan hanya satu dua yang menawarkan lowongan pekerjaan.Â
Inginnya tak banyak cukup pekerjaan yang bisa menyambung hidupnya. Asal dia bisa makan. Soal membeli barang-barang yang diinginkan entah itu sepatu, baju, tas, alat make up, skincare dan lain-lain bisa dipikir nanti. Sekarang urusan perut jauh lebih penting.Â