Bisa pula korban tidak mempermasalahkan kasusnya, karena diguyur uang tutup mulut. Ini bisa membuat pelaku semakin sering melakukan aksi cabulnya.
Untunglah, dengan munculnya keseriusan Direksi di perusahaan tempat saya bekerja untuk mengembangkan Whistle Blowing System (WBS), kasus pejabat cabul banyak yang dilaporkan.
WBS adalah sistem atau mekanisme yang memudahkan seorang pekerja untuk melaporkan informasi yang terkait dengan dugaan pelanggaran yang terjadi di lingkungan tempatnya bekerja.
Dulu, sebelum ada mekanisme seperti itu, pekerja bisa saja mengirim surat kaleng (tanpa data pengirim), yang malah banyak berupa fitnah.
Adapun WBS, identitas pelapor sebagai whistleblower sangat dirahasiakan. Di tempat saya bekerja, direktur utama yang memimpin langsung tim yang menangani WBS.
Tim WBS ini lebih mementingkan materi laporan, bukan siapa pelapornya. Progress laporan juga bisa dipantau si pelapor, sampai di mana penanganannya.
Tanpa menyebut nama-nama terkait, tim WBS menyampaikan kepada pekerja tentang jumlah laporan yang masuk setiap bulannya, dan berapa yang terbukti kebenarannya.Â
Berdasarkan pengalaman saya, laporan WBSÂ yang masuk ke nomor ponsel khusus yang dipegang oleh Direktur Utama, setelah didalami sebagian besar memang terbukti.
Nomor ponsel khusus tersebut sering disampaikan kepada semua pekerja, agar mereka mengetahui dan memanfaatkannya bila diperlukan.
Tak heran, banyak bos cabul yang tersungkur dan dijatuhi hukuman jabatan, berkat efektifnya WBS. Ini diharapkan menjadi efek jera bagi yang lain.
Jika ada kasus cabul yang "suka sama suka", yang menjadi pelapor bisa istri si bos, suami selingkuhan bos, atau pekerja lain yang mengetahui.