Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Modus "Merampok" Bank Sendiri, Kini Ditiru Koperasi?

27 Oktober 2022   07:11 Diperbarui: 27 Oktober 2022   10:12 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun tak terlalu menghebohkan, saat ini Koperasi Simpan Pinjam (KSP) lagi dalam sorotan publik. Soalnya, di beberapa KSP terjadi kasus yang merugikan banyak sekali anggotanya.

Jangan anggap karena "hanya" koperasi, nilai kasusnya kecil. Justru, sekarang kasus di sebuah KSP saja sudah bernilai triliunan rupiah, dan yang terbesar adalah di KSP Indosurya (cnbcindonesia.com, 29/9/2022).

Sejak 24 Februari 2020, kasus di KSP Indosurya mulai terendus setelah beberapa nasabah menerima surat yang memberitahukan uang di deposito atau simpanan tidak bisa dicairkan.

Uang tersebut baru bisa diambil 6 bulan sampai 4 tahun tergatung nominal "asset under management" (AUM).

Terlepas dari kasus di atas, perlu diketahui bahwa jika dilihat dari jenis usahanya, KSP sangat mirip dengan industri perbankan, yakni menerima simpanan dan menyalurkan pinjaman.

Hanya saja, bila bank melayani nasabahnya, maka KSP melayani para anggotanya. Tapi, ini teorinya, karena diduga praktiknya mulai kabur bila KSP juga bisa melayani bukan anggota.

Secara ketentuan, mereka yang ingin memanfaatkan jasa KSP harus mendaftar terlebih dahulu sebagai anggota KSP, dengan membayar semacam uang pangkal yang disebut dengan simpanan pokok.

Kemudian, anggota koperasi juga wajib menyetor iuran bulanan yang disebut dengan simpanan wajib.

Simpanan pokok dan simpanan wajib tidak boleh diambil, kecuali anggota tersebut bermaksud berhenti dari keanggotaan koperasi.

Itulah beda KSP dengan bank, karena untuk jadi nasabah bank tak ada pungutan simpanan pokok dan wajib. 

Tapi, karena jumlah simpanan pokok dan wajib tersebut relatif kecil, KSP banyak yang menerima simpanan lain (termasuk deposito) yang jumlahnya terserah kemampuan anggota.

Simpanan lain ini diberikan bunga atau imbal hasil agar anggota tertarik menyetor dana. Anggota bebas saja bila ingin menarik simpanan suka rela tersebut.

Dana yang dihimpun KSP disalurkan sebagai pinjaman kepada anggota yang membutuhkan. Tentu si peminjam juga diwajibkan membayar bunga.

Nah, keuntungan koperasi adalah sebesar selisih suku bunga (antara bunga yang diberikan kepada penyimpan dengan bunga yang diterima dari peminjam).

Jelas bukan, bahwa cara beroperasi KSP sangat mirip dengan bank? Sama-sama mengandalkan selisih suku bunga.

Hanya saja, bisnis perbankan jauh lebih komplit karena juga melayani berbagai transaksi yang menjadi fee based income bagi bank.

Dengan demikian bank tidak terlalu bergantung lagi pada pendapatan dari bunga yang diterima dari peminjam. 

Sebetulnya, menjadi anggota koperasi yang beroperasi secara benar, sangatlah menguntungkan dan membantu meningkatkan kesejahteraan anggota.

Itulah kenapa pemerintah sangat berkepentingan dengan kemajuan koperasi di Indonesia. 

Sistem ini ideal untuk melawan berbagai bentuk usaha lainnya yang hanya mementingkan pemilik modal (karenanya disebut juga sistem kapitalis).

Ada kelebihan anggota koperasi ketimbang nasabah bank. Keuntungan koperasi sebetulnya akan menjadi keuntungan anggota, karena pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) akan diputuskan cara pembagian keuntungan.

Istilah keuntungan tersebut, di koperasi disebut dengan Sisa Hasil Usaha (SHU). Para anggota berhak menentukan cara pembagian SHU.

Pengurus koperasi pun dibentuk sesuai dengan hasil rapat anggota. Jelaslah betapa berkuasanya anggota koperasi, di mana berlaku sistem one man one vote.

Sangat berbeda bukan dengan sistem perusahaan berbentuk perseroan terbatas (PT), di mana hak suara pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikuasai oleh pemegang saham terbesar.

Makanya koperasi disebut sebagai "dari anggota untuk anggota", dan seperti ditulis di atas, sistem koperasi adalah sistem yang sangat ideal.

Tapi, hal ideal di atas di negara kita belum terwujud dalam kenyataan, seperti yang telah diraih di negara-negara Skandinavia.

Di Indonesia, koperasi kecil sangat lemah dalam manajemen, sementara koperasi besar malah terbelit kasus. Bisa terbelit, bisa pula diduga sengaja bikin kasus.

Dugaan sengaja bikin kasus tersebut adalah bila koperasi hanya jadi kedok saja, menjadi "kendaraan" untuk penggelapan uang. 

Di KSP yang berkasus diduga aturan keanggotaan tidak diterapkan dengan baik, di mana  yang bukan anggota pun bisa menyimpan dan meminjam.

Nah, modus klasik dengan memberikan iming-iming bunga atau imbalan yang tinggi, menjadi cara menarik minat masyarakat yang berniat untuk berinvestasi.

Kemudian, dana yang masuk itulah yang kurang jelas ke siapa saja dipinjamkan, yang perlu diselidiki aparat penegak hukum, apakah dilarikan oleh pengurus atau pihak yang terafiliasi dengan pengurus koperasi.

Celakanya, kemudian KSP dipailitkan (dibangkrutkan), dan ini sepertinya menjadi modus beberapa KSP.

Jika dipikir-pikir, bisa saja modus tersebut terinsipirasi dari kasus pemilik bank yang "merampok" banknya sendiri.

Seperti diketahui, komponen modal di suatu bank hanya sekitar 8-20 persen (ada ketentuan kesehatan bank yang berlaku secara internasional, capital adequacy ratio minimal di sebuah bank adalah 8 persen).

Artinya, mayoritas dana yang ada di bank berasal dari simpanan nasabah berupa tabungan, giro, dan deposito.

Jadi, pemilik bank yang berniat jelek, akan "merampok" banknya sendiri, membiarkan banknya bangkrut.

Namun, hal itu cerita dulu, saat krisis moneter 1998. Sekarang, bank sangat ketat diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Pemerintah juga sudah membentuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sehingga, bila masih ada bank yang collapse, penabung tidak dirugikan karena bisa mengklaim ke LPS.

Adapun anggota koperasi hingga saat ini belum ada semacam LPS-nya. Banyak nasabah KSP yang terlilit kasus melakukan demonstrasi memperjuangkan haknya.

Bank dan KSP juga berbeda dari sisi badan hukumnya. Bank semuanya berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Regulasi dan pengawasan bank dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Adapun KSP, berbadan hukum koperasi. Jika PT dimiliki oleh pemegang saham (pemegang saham terbesar menjadi pengendali), maka KSP secara teoritis dimiliki oleh anggota.

Seperti telah disinggung di atas, koperasi tidak dikuasai oleh penyetor uang terbesar, karena yang berkuasa adalah rapat anggota, setiap anggota sama nilai suaranya.

Perbedaan lain, koperasi tidak diatur dan diawasi OJK, melainkan masih diawasi oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menangah (Menkop UKM).

Tapi, dalam Omnibus Law Sektor Keuangan, yang masih bersifat Rancangan Undang-Undang (RUU), koperasi akan diawasi OJK.

Selama ini, untuk industri keuangan non bank yang sudah diawasi OJK adalah asuransi, pengelola dana pensiun, lembaga pembiayaan, modal ventura, dan pengelola teknologi finansial.

Harapan kita, perkembangan koperasi akan semakin maju dan betul-betul meningkatkan taraf kehidupan anggotanya. Kasus-kasus di koperasi harus dihilangkan, atau ditekan serendah mungkin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun