Pengurus koperasi pun dibentuk sesuai dengan hasil rapat anggota. Jelaslah betapa berkuasanya anggota koperasi, di mana berlaku sistem one man one vote.
Sangat berbeda bukan dengan sistem perusahaan berbentuk perseroan terbatas (PT), di mana hak suara pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikuasai oleh pemegang saham terbesar.
Makanya koperasi disebut sebagai "dari anggota untuk anggota", dan seperti ditulis di atas, sistem koperasi adalah sistem yang sangat ideal.
Tapi, hal ideal di atas di negara kita belum terwujud dalam kenyataan, seperti yang telah diraih di negara-negara Skandinavia.
Di Indonesia, koperasi kecil sangat lemah dalam manajemen, sementara koperasi besar malah terbelit kasus. Bisa terbelit, bisa pula diduga sengaja bikin kasus.
Dugaan sengaja bikin kasus tersebut adalah bila koperasi hanya jadi kedok saja, menjadi "kendaraan" untuk penggelapan uang.Â
Di KSP yang berkasus diduga aturan keanggotaan tidak diterapkan dengan baik, di mana  yang bukan anggota pun bisa menyimpan dan meminjam.
Nah, modus klasik dengan memberikan iming-iming bunga atau imbalan yang tinggi, menjadi cara menarik minat masyarakat yang berniat untuk berinvestasi.
Kemudian, dana yang masuk itulah yang kurang jelas ke siapa saja dipinjamkan, yang perlu diselidiki aparat penegak hukum, apakah dilarikan oleh pengurus atau pihak yang terafiliasi dengan pengurus koperasi.
Celakanya, kemudian KSP dipailitkan (dibangkrutkan), dan ini sepertinya menjadi modus beberapa KSP.
Jika dipikir-pikir, bisa saja modus tersebut terinsipirasi dari kasus pemilik bank yang "merampok" banknya sendiri.