Mohon tunggu...
Irmina Gultom
Irmina Gultom Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker

Pharmacy and Health, Books, Travel, Cultures | Author of What You Need to Know for Being Pharmacy Student (Elex Media Komputindo, 2021) | Best in Specific Interest Nominee 2021 | UTA 45 Jakarta | IG: irmina_gultom

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Tantangan Pelaku Usaha Sektor Farmasi di Era Jaminan Produk Halal

19 Maret 2024   07:00 Diperbarui: 19 Maret 2024   13:02 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kriteria SJPH (Sumber: halalmui.org)

Kriteria SJPH (Sumber: halalmui.org)
Kriteria SJPH (Sumber: halalmui.org)

Lalu apa saja isu dan tantangan yang harus dihadapi oleh pelaku usaha dalam memenuhi dan mengimplementasikan ketentuan sertifikasi produk halal ini?

Tantangan Pelaku Usaha Sektor Farmasi

Seperti yang sudah sering saya singgung pada artikel yang lalu-lalu. Obat merupakan komoditi yang high regulated (memiliki standar regulasi yang tinggi), karena pada dasarnya obat adalah racun. Obat dapat bersumber dari bahan alami (tumbuhan, hewan), maupun sintesis bahan kimia. Oleh sebab itu seluruh proses produksi dan rantai distribusinya perlu diatur secara ketat. Mulai dari pemilihan bahan baku (formulasi), proses pembuatan, pengujian mutu, pengemasan, penyimpanan, hingga pendistribusian.

Bicara tentang produksi obat tidak lepas dari standar Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB) / Good Manufacturing Practice (GMP). Sedangkan distribusi produk obat juga tidak lepas dari standar Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) / Good Distribution Practice (GDP). Kedua standar ini ditetapkan oleh regulator seperti BPOM dan/atau WHO untuk memastikan keamanan, mutu, dan khasiat obat tetap terjamin hingga sampai di tangan pasien.

Dengan adanya kebijakan pemerintah mengenai Sistem Jaminan Produk Halal, tentunya tantangan pelaku usaha di bidang produksi dan distribusi obat semakin bertambah. Apa saja tantangan itu?

1. Ketergantungan pada importasi bahan baku obat

Pengembangan produk halal harus dimulai dari pemilihan bahan baku. Faktanya, perolehan bahan baku obat di Indonesia 90% masih bergantung dari luar negeri (impor). Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah karena teknologi dan fasilitas produsen dalam negeri belum memadai untuk memproduksi dan memenuhi kebutuhan bahan baku obat di dalam negeri.

2. Sertifikasi halal produsen bahan baku obat luar negeri

Untuk memproduksi produk obat halal, pemilihan dan perolehan bahan baku dan bahan kemas juga harus tersertifikasi halal. Namun karena perolehan bahan baku obat masih melalui importasi, tidak semua produsen bahan obat luar negeri tersertifikasi halal oleh lembaga halal yang diakui oleh BPJPH/MUI. Sesuai PP 39/2021, produk halal dari luar negeri harus tersertifikasi halal dari BPJPH atau lembaga halal luar negeri (LHLN) yang diakui BPJPH.

Update terakhir per Maret 2023 seperti yang tercantum dalam laman BPJPH, baru ada 16 LHLN yang bersepakat dengan BPJPH untuk lingkup farmasi dan produk kimia. Diantaranya berasal dari negara Malaysia, China, India, Pakistan, Australia, USA, Brazil, dan Kanada. Daftar ini bisa bertambah di kemudian hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun