Lalu apa saja isu dan tantangan yang harus dihadapi oleh pelaku usaha dalam memenuhi dan mengimplementasikan ketentuan sertifikasi produk halal ini?
Tantangan Pelaku Usaha Sektor Farmasi
Seperti yang sudah sering saya singgung pada artikel yang lalu-lalu. Obat merupakan komoditi yang high regulated (memiliki standar regulasi yang tinggi), karena pada dasarnya obat adalah racun. Obat dapat bersumber dari bahan alami (tumbuhan, hewan), maupun sintesis bahan kimia. Oleh sebab itu seluruh proses produksi dan rantai distribusinya perlu diatur secara ketat. Mulai dari pemilihan bahan baku (formulasi), proses pembuatan, pengujian mutu, pengemasan, penyimpanan, hingga pendistribusian.
Bicara tentang produksi obat tidak lepas dari standar Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB) / Good Manufacturing Practice (GMP). Sedangkan distribusi produk obat juga tidak lepas dari standar Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) / Good Distribution Practice (GDP). Kedua standar ini ditetapkan oleh regulator seperti BPOM dan/atau WHO untuk memastikan keamanan, mutu, dan khasiat obat tetap terjamin hingga sampai di tangan pasien.
Dengan adanya kebijakan pemerintah mengenai Sistem Jaminan Produk Halal, tentunya tantangan pelaku usaha di bidang produksi dan distribusi obat semakin bertambah. Apa saja tantangan itu?
1. Ketergantungan pada importasi bahan baku obat
Pengembangan produk halal harus dimulai dari pemilihan bahan baku. Faktanya, perolehan bahan baku obat di Indonesia 90% masih bergantung dari luar negeri (impor). Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah karena teknologi dan fasilitas produsen dalam negeri belum memadai untuk memproduksi dan memenuhi kebutuhan bahan baku obat di dalam negeri.
2. Sertifikasi halal produsen bahan baku obat luar negeri
Untuk memproduksi produk obat halal, pemilihan dan perolehan bahan baku dan bahan kemas juga harus tersertifikasi halal. Namun karena perolehan bahan baku obat masih melalui importasi, tidak semua produsen bahan obat luar negeri tersertifikasi halal oleh lembaga halal yang diakui oleh BPJPH/MUI. Sesuai PP 39/2021, produk halal dari luar negeri harus tersertifikasi halal dari BPJPH atau lembaga halal luar negeri (LHLN) yang diakui BPJPH.
Update terakhir per Maret 2023 seperti yang tercantum dalam laman BPJPH, baru ada 16 LHLN yang bersepakat dengan BPJPH untuk lingkup farmasi dan produk kimia. Diantaranya berasal dari negara Malaysia, China, India, Pakistan, Australia, USA, Brazil, dan Kanada. Daftar ini bisa bertambah di kemudian hari. Atau mungkin kelak akan ada kebijakan lain untuk mempermudah pelaku usaha?
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!