Entah apakah Inang-Inang itu masih bisa membungkus daging, ikan arsik dan Lapet untuk dibawa pulang. Kalian yang sering mengikuti pesta adat Batak, pasti paham apa yang saya maksud? Hehe..
Dan yang paling miris adalah acara pemberian Ulos (Mangulosi). Kalau biasanya Mangulosi dilakukan dengan menyelimuti kedua mempelai dengan Ulos, kini Ulos hanya diberikan begitu saja dalam kondisi terlipat.Â
Tentunya tak boleh pula ada acara berpelukan dan cipika-cipiki. Entah bagaimana pelaksanaannya ketika pemberian Ulos Hela (Ulos yang diberikan orangtua mempelai wanita), padahal biasanya momen ini adalah momen yang mengharukan.
Tamu yang diberi kesempatan Mandokhatta (berbicara) pun dibatasi jumlah dan waktunya. Padahal, di saat Mangulosi inilah para tamu memuaskan diri untuk memberikan nasihat berumah tangga kepada kedua mempelai.
Terlepas dari pertimbangan khusus masing-masing pasangan dan keluarga, saya termasuk orang yang beranggapan lebih baik menunda pesta adat. Pesta adat loh ya, bukan pemberkatan.Â
Bagi saya walaupun pesta adat Batak ini kadang terkesan bertele-tele saking lamanya (kalau orang bilang, kebanyakan ngomong), menurut saya ada beberapa prosesi yang kalau disesuaikan dengan protokol kesehatan justru penghayatannya akan terasa kurang. Salah satu contohnya ya prosesi Mangulosi tadi.
Itulah mengapa, menurut saya lebih baik menunda pesta adat karena pada dasarnya pesta adat merupakan resepsi / syukuran. Yang penting sah dulu kan? Banyak juga loh, pasangan Batak yang baru menggelar pesta adat setelah memiliki anak karena dulunya terkendala biaya atau karena salah satunya belum diberi marga / boru. Jadi tidak ada bedanya dengan menunda pesta adat karena pandemi.
Tapi kalau dipikir-pikir, (terpaksa) melaksanakan pesta adat di masa pandemi seperti sekarang, juga ada sisi positifnya sih. Misalnya:
Biaya Berkurang