Mohon tunggu...
Irma Damayanti
Irma Damayanti Mohon Tunggu... -

Students of State Islamic University of Maulana Malik Ibrahim Malang II Social Science Education Department II Institution of Studies, Research and Development for Student II Muhammadiyah Students Association

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Elegi Kasih di Tepian Curam

10 Mei 2016   18:05 Diperbarui: 10 Mei 2016   19:16 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Keheningan malam kian terasa. Deru angin yang tiada pernah putus bertiup menambahkan kesejukan di malam itu. Bulan sabit melengkung membentuk seulas senyum yang menambah indah awan malam. Sinarnya tak terang, membuat benda-benda kecil layaknya bintang mampu menunjukkan betapa eloknya sinar yang ia pancarkan di liputan awan malam.

Muti’ah kecil menangis, meraung memanggil “ Bapak dan Ibu “. Ya, bapak dan ibunya telah lama pergi meninggalkannya sendiri, meski ia masih membutuhkan banyak kasih. Mak Na, janda yang berkehidupan sederhana, yang juga merupakan neneknya kemudian menjadi Bapak sekaligus Ibunya.

Mak Na bingung, raungan Muti’ah membuatnya gugup, entah apa yang harus dia lakukan untuk menenangkan gadis mungil itu. Ia teringat dongeng Orang Jawa yang santer di zaman dulu “orang yang meninggal dunia tak benar-benar meninggalkan kita, lihatlah bintang yang tiada hentinya menemani malam kita dengan sinarnya yang begitu hangat, itu adalah wujud lain dari orang meninggal itu.”

“Muti’ah, kau lihat cahaya kecil disana Nak?” tunjuk Mak Na ke arah langit.

Mutiah kecil masih juga menangis.

“ tengoklah!!!, disanalah mamak dan bapak kau berada”

“ Muti’ah, tak selamanya orang yang ada di sekililing kita bisa selalu berada di samping kita Nak, Mamak kau, bapak kau. Mereka tak meninggalkan engkau, lihatlah dua bintang yang berdampingan itu!” sambil mengelus kepala gadis kecil yang dipangkunya itu.

“ itu mamak dan bapak?” dengan polos ia mulai bertanya.

“ iya, mereka tetap menjagamu, pagi dan petang. Namun kau hanya bisa melihatnya ketika petang sahaja.”

Muti’ah berhenti menangis, bersandar di pangkuan Mak Na sambil menengadah ke atas langit, tersenyum. Ia telah menemukan Mamak dan Bapaknya yang selama ini tiada ia ketahui.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun