Keheningan malam kian terasa. Deru angin yang tiada pernah putus bertiup menambahkan kesejukan di malam itu. Bulan sabit melengkung membentuk seulas senyum yang menambah indah awan malam. Sinarnya tak terang, membuat benda-benda kecil layaknya bintang mampu menunjukkan betapa eloknya sinar yang ia pancarkan di liputan awan malam.
Muti’ah kecil menangis, meraung memanggil “ Bapak dan Ibu “. Ya, bapak dan ibunya telah lama pergi meninggalkannya sendiri, meski ia masih membutuhkan banyak kasih. Mak Na, janda yang berkehidupan sederhana, yang juga merupakan neneknya kemudian menjadi Bapak sekaligus Ibunya.
Mak Na bingung, raungan Muti’ah membuatnya gugup, entah apa yang harus dia lakukan untuk menenangkan gadis mungil itu. Ia teringat dongeng Orang Jawa yang santer di zaman dulu “orang yang meninggal dunia tak benar-benar meninggalkan kita, lihatlah bintang yang tiada hentinya menemani malam kita dengan sinarnya yang begitu hangat, itu adalah wujud lain dari orang meninggal itu.”
“Muti’ah, kau lihat cahaya kecil disana Nak?” tunjuk Mak Na ke arah langit.
Mutiah kecil masih juga menangis.
“ tengoklah!!!, disanalah mamak dan bapak kau berada”
“ Muti’ah, tak selamanya orang yang ada di sekililing kita bisa selalu berada di samping kita Nak, Mamak kau, bapak kau. Mereka tak meninggalkan engkau, lihatlah dua bintang yang berdampingan itu!” sambil mengelus kepala gadis kecil yang dipangkunya itu.
“ itu mamak dan bapak?” dengan polos ia mulai bertanya.
“ iya, mereka tetap menjagamu, pagi dan petang. Namun kau hanya bisa melihatnya ketika petang sahaja.”
Muti’ah berhenti menangis, bersandar di pangkuan Mak Na sambil menengadah ke atas langit, tersenyum. Ia telah menemukan Mamak dan Bapaknya yang selama ini tiada ia ketahui.
***