“Terima kasih Pak, semoga amal baik bapak diterima sebagai Amal shaleh di sisi Allah.Akang pun mencium tangan pak Jamal.”
“Pak Jamal pun terlihat senang telah memberikan uang nya pada Akang. Dia bilang bahwa mungkin ini jalan dari Allah mempertemukan Akang dengannya.”
“Beliau bertanya nama ke Akang dan Akang perkenalkan bahwa nama Akang adalah Ardi Mahardika padanya.”
“Pertemuan yang telah dirancang oleh-Nya. Sebuah pertemuan yang menjawab kegalauan di hati pada saat itu. Setelah pertemuan dengan pak Jamal, akhirnya Akang bisa bernafas lega. Hanya tinggal memikirkan uang semesteran saja. Akang pun yakin kalau rejeki untuk itu sudah di atur oleh Allah.” Tutur Ardi. Ia sedikit menghela nafas sambil menerawang mengingat kembali masa lalunya.
“Terus gimana lanjutannya Kang ? “ Tanya Sarah nggak sabar.
“Bentar atuh, Akang mau minum dulu. Haus banget nih.” Ardi mengambil gelas berisi kopi di atas meja.
“Ah,,,nikmatnya kopi buatan isteriku ini.“
“Udah ah,,,,,Kang, lanjutin ceritanya !” pinta Sarah pada Ardi.
“Lanjutin nih ya……?”
Ardi kembali melanjutkan ceritanya.
“Akang ini bisa digolongkan sebagai sosok muslim yang taat, yang (baca : sayang).Punten ya bukan maksud Akang sombong,, he he. Itu adalah salah satu keberhasilan orang tua Akang dalam mendidik Akang. Bapak, dulunya adalah guru ngaji, sehinggaAkang tumbuh dalam lingkungan Agama yang kental. Keyakinan pada Allah sudah dipelajari teorinya sejak dulu. Dan, saat beliau sudah tiada adalah saat untuk membuktikan teori itu. Dulu, keyakinan kepada-Nya diuji dengan kenyataan-kenyataan pahit dan tentunya kurang menyenangkan jika hanya dilihat dari mata lahir yang kotor. Padahal, itu adalah cara Allah untuk menjadikan seseorang semakin tinggi derajatnya di sisi-Nya. “