“Dia belajar menjadi diri sendiri. Dia menjadi guru bagi dirinya sendiri.”
“Apa yang dia pelajari?”
“Pencuri. Dia belajar bagaimana menjadi pencuri yang hebat.”
“Apa pentingnya belajar hebat untuk menjadi jahat?”
“Kalau tidak penting kenapa dia ada di sini. Pergilah! Tanyakan langsung!”
Aku melangkahkan satu kaki, seketika lelaki itu mencegatku. “Hei, pakai terompahmu!” sambil telunjuknya mengarah ke sepasang alas kaki tepat di sebelah kakiku. Aku mengambilnya. Kusentuh lembaran kertas yang terikat tali. Kubuka lembar per lembar dalam buku itu. Alangkah kagetnya, “bukankah ini kitab suci?” Aku tak bisa menginjaknya.
“Kau tak bisa masuk kalau begitu,” ujar si lelaki, “cepat pergi! Sebentar lagi malam tiba. Waktu di negeri ini berjalan sangat cepat.”
Aku pun tak berpikir panjang lagi. Rasa penasaran mendorongku segera memakaikan terompah di kedua kakiku.
Kuberjalan menyusuri pinggiran keramaian karena tidak percaya diri dengan seragam yang kupakai. Ya pakaian resmi di sekolah.
Aku berjalan cepat menuju lelaki besar yang ditunjuk si pria di gerbang tadi.
“Permisi…”