Mohon tunggu...
Irfan Hamonangan Tarihoran
Irfan Hamonangan Tarihoran Mohon Tunggu... Penulis - Dosen

Menulis karya fiksi dan mengkaji fenomena bahasa memunculkan kenikmatan tersendiri apalagi jika tulisan itu mampu berkontribusi pada peningkatan literasi masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Ditolak di Negeri Para Guru

7 Januari 2025   20:09 Diperbarui: 7 Januari 2025   20:09 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Di negeri para guru. Sumber gambar Pixabay.com/FreeFunArt

Kedua orang tadi tak kudengar lagi suaranya. Siapa mereka? Aku penasaran. Benar-benar tega.

***

Aku terbangun dari kubangan. Mataku terbuka. Tanganku pun sudah bisa bergerak begitu juga kaki. Karena lama berbaring aku agak sulit berdiri. Pusing di kepala masih ada sedikit. Aku menengok ke langit. Sudah sore hampir magrib. Tapi aku bingung. Aku tidak berada di depan gerbang sekolah. Aku ada di depan sebuah bangunan megah bak istana. Seketika hari berubah siang saat warna bangunan itu berpendar. Pancaran berwarna emas tersebar ke seluruh pelosok. Takjubnya, banyak orang-orang berlalu lalang keluar masuk bangunan indah itu. Pakaiannya jubah berwarna emas. Memakai alas kaki dari buku-buku tebal yang ditautkan seutas tali melilit sampai ke betis.

Cahaya dari bangunan itu seakan punya magnet yang menarik orang untuk mendekat. Sedikit sempoyongan aku memaksa ke dalam. Di dalam bangunan itu, orang-orang berjubah berkumpul. Mereka saling bercerita satu sama lain. Suasana terlihat begitu akrab. “Siapa gerangan mereka ini?” Aku makin penasaran.

“Inilah negeri para guru!” ujar seorang lelaki tiba-tiba mengagetkanku. Kulihat sekilas pria itu dan kembali menatap kerumunan orang-orang berjubah di hadapanku. “Lantas mana yang guru dan mana yang murid?” tanyaku, “karena semua berjubah emas dengan beralas kaki buku.”

“Tidak ada murid disini.  Semua adalah guru!” jawabnya.

“Apa yang mereka sedang bicarakan?”

“Mereka belajar untuk menjadi orang jahat sesuai dengan yang diinginkan.”

Aku bingung. Terdiam sejenak.

“Lihat di pojok sana!”

Aku melihat seseorang lelaki besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun