Lelaki yang ternyata juga seorang jenderal itu pun berdiri dan membentak, "Hei, apakah pabrik dan pengendara motor harus menginformasikan bahaya asap mereka sebelum kalian hirup?"
Semua terdiam termasuk Rakushi. Tak ada jalan lain, pengunjung yang sempat menghirup aroma kopi akhirnya mentransfer uang mereka untuk membeli senjata kimia itu. Bukan senjata yang lebih mereka harapkan melainkan penawarnya. Mereka pun duduk menunggu proses transaksi selesai.
Pengunjung yang langsung meneguk kopi merasa bersyukur. Efek kimia senjata tidak terlalu mereka rasakan. Mereka buru-buru meninggalkan stan yang ternyata lebih menyeramkan dari sebelumnya.
Tibalah beberapa pengunjung yang tersisa di stan terakhir. Tempatnya paling sepi dan penjaganya pun tak terlihat. Mereka mendekati sebuah meja kecil. Hanya ada selembar brosur tersisa di atasnya. Bergantian mereka mengambil dan kemudian membacanya. Tak menarik perhatian, mereka kembalikan brosur itu ke tempat semula dan kembali duduk di seberang stan. Mereka memutuskan tidak membeli apa-apa.
Rakushi yang selalu penasaran kemudian mengambil brosur itu. Namun belum sempat membaca, dia terpancing melihat label diskon sebesar 50 % di sisi kanan atas brosur. Produk senjata yang ditawarkan pun siap pakai.
Karena khawatir orang lain akan mendahuluinya, ia segera mengakses sebuah link yang ada di brosur. Seketika namanya terdaftar. Di situs yang dia buka, sejarah penggunaan senjata itu dalam perang, sangat apik dijabarkan. Jenis virus yang dikandung pun dijelaskan dengan rinci.
Rakushi selanjutnya mentransfer uang sesuai nominal yang tertera. Hatinya senang karena telah berhasil membeli rudal berisi virus berbahaya untuk dikirim ke negaranya.
***
Setelah 40 tahun berlalu, perang terjadi di seluruh dunia. Masing-masing membanggakan senjata pemusnah massal yang mereka miliki. Negara yang tidak punya senjata memilih bersekutu.
Satu bom dijatuhkan oleh negara produsen senjata ke negara lain yang pernah menjadi pelanggannya. Puluhan ribu menjadi korban keganasan nuklir. Mereka terbakar hidup-hidup dan sebagian besar terpapar radiasi.
Tak ingin kalah, negara yang diserang, kembali meluncurkan rudal balasan. Jumlah korban berbalas karena dendam. Namun masih banyak yang selamat karena mereka sembunyi di bunker-bunker bawah tanah.