Mohon tunggu...
Irfan Hamonangan Tarihoran
Irfan Hamonangan Tarihoran Mohon Tunggu... Penulis - Dosen

Menulis karya fiksi dan mengkaji fenomena bahasa memunculkan kenikmatan tersendiri apalagi jika tulisan itu mampu berkontribusi pada peningkatan literasi masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ada Tangis di Bukit Meringis

22 Juli 2024   05:20 Diperbarui: 22 Juli 2024   05:26 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Jangan pilih Pakis lagi!” teriak sekumpulan kura-kura.

Aku masih melayang di udara dan bingung mau berubah menjadi apa. Roh kedua pemuda yang mabuk itu pun belum kujumpai. Aku penasaran apakah mereka ada pada salah satu kelompok binatang yang sedang berkumpul itu. Mataku sambil mencari-cari.

Reinkarnasi hanya bisa menjadi makhluk yang ada di pulau itu. Aku sudah bermohon untuk menjadi singa namun sepertinya permohonanku ditolak. Aku juga berdoa menjadi lumba-lumba dan lagi-lagi ditolak.

Pikiranku masih saja tertuju pada siapa yang membakar pohon itu sebenarnya. Apakah mungkin api unggun yang kubuat membakar semua lahan? Perlahan aku pun mulai merasa berdosa.

Seketika tubuhku jatuh dari udara dan berubah menjadi pohon asam. Semua panik berteriak dan berharap agar aku tak menjadi pohon.

“Kita sudah sering terkutuk gara-gara merusak pohon, kenapa kau berubah lagi menjadi momok yang sama?” keluh mereka sambil  berdoa agar aku dirubah menjadi makhluk selain pohon.

Aku masih ingat bagaimana kejadian sebelum bencana pandemi virus terjadi. Beberapa pengusaha dari pulau seberang membayar mahal untuk kayu-kayu besar yang bisa mereka tebang. Sebagai manusia aku pun tergiur tawarannya.

Karena menjadi kepala adat yang sekaligus menjadi pemimpin di kampungku, aku mengatur rencana agar warga tidak mengeluhkan kebijakan yang kuputuskan. Mengumpulkan koran baru adalah ritual yang harus dilakukan. Kertas koran berasal dari pohon yang ditebang maka harus ditanam kembali ke tanah untuk tumbuh menjadi tunas baru. Itu hanyalah akal-akalanku saja. Kulakukan demikian agar berita di koran mengenai penebangan pohon besar-besaran yang dikritik masyarakat luar pulau, tidak sampai diketahui oleh warga.

Mujarabnya, strategiku ini dipercaya oleh mereka. Pesta besar kugelar. Ratusan kerbau disembelih untuk dibagikan kepada warga dan seperti biasa separuhnya untukku.

Namun sayangnya, pesta adat sepertinya dimurkai. Bencana virus pun melanda dan menewaskan hampir separuh penghuni pulau.

Aku masih diberikan kesempatan kedua kali untuk memilih media reinkarnasiku. Aku penasaran pada kedua roh pemabuk yang masih menghilang. Aku pun  kemudian berdoa agar bertemu dengan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun