Kali ini aku seperti berada di dunia lain. Tak ada bentuk kehidupan seperti yang pernah kutinggali. Sekeliling kulihat makhluk yang sangat kecil hampir seukuranku. Aku tak berkaki, bertangan apalagi berkepala. Anehnya aku masih seperti diriku yang dulu, masih bisa berpikir dan memiliki perasaan.
“Selamat datang, Pakis, di dunia virus,” ujar dua makhluk di depanku.
Aku mengenal suara itu. Ternyata, dua pemabuk yang kucari itu telah menjadi virus.
“Bersiap!” perintah mereka di hadapan jutaan makhluk lain yang seukuran dengan kami.
“Sebentar,” hardikku, “Kenapa kalian memohon bereinkarnasi menjadi virus?”
“Ah, kau kan tahu apa pekerjaan kami selama menjadi manusia? Pemabuk. Apa bisa kami menjadi sapi, kerbau, kepiting dan yang lainnya? Makhluk yang jahat tetaplah jahat, Pakis. ”
Aku terdiam kesekian kali. Sikap rakusku membawa pengaruh buruk bagi warga lain. Karena pikirankulah, mereka telah merasakan derita.
“Pakis, ikuti perintah! Aku komandanmu sekarang,” ujar salah satu pemabuk itu, “Kita bersiap untuk menyerang manusia di seberang pulau.”
Aku tunduk dan pasrah mengikuti perintah di depanku. Virus-virus lain berlari cepat melewati bahkan menabrak virus yang berjalan lambat sepertiku. Mereka sangat berhasrat untuk membunuh. Aku ikuti mereka terbang melayang semakin menjauh dari Bukit Meringis sambil menangis (*).
(Oleh: Irfan HT)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H