Delusi Air Terjun di Tambang Pasir
(Oleh: Irfan HT)
Jarrel mencium tangan bapaknya. Bekal makan siang yang disiapkan emak dikeluarkan dari plastik kresek berwarna hitam. Aroma ikan teri goreng dengan sambal terasi tercium dan menggugah selera makan. Bapaknya duduk memandang tumpukan pasir di tepi sungai sambil mengipas-ngipas wajah dengan tutup rantang.
"Pak, jadi kan liburannya ke air terjun?"Â tanya Jarrel sambil menyendok nasi ke piring plastik.
Pak Kamran yang sudah 30 tahun bekerja sebagai penambang pasir hanya tersenyum dan  mengangguk. Ya, begitulah kebiasaan lelaki berumur 50 tahun itu kepada orang lain. Dia selalu senyum walaupun hatinya menolak.
Janji Pak Kamran pada keluarganya sudah lama belum tertunaikan. Berlibur ke air terjun terkenal di pulau seberang adalah impian istri dan anak-anaknya terutama si sulung yang masih bersekolah di SMP.
Apa mau dikata, penghasilan dari menambang pasir hanya pas-pasan untuk makan. Itupun harus berhutang sana-sini jika tidak ada pemesan. Kadang-kadang, dia harus menunggu air banjir tiba untuk mendapatkan pasir halus yang terbawa arus dari hulu. Jika tidak ada banjir, pesanan pasir halus pun terpaksa ditolaknya.
"Rel, pulanglah. Biar Bapak yang lanjutkan, Nak," ujar Pak Kamran.
Jarrel mengambil sepeda dan meninggalkan bapaknya di pinggir sungai. Dari kejauhan terlihat Pak Kamran dengan 2 orang teman kerjanya. Mereka melanjutkan pekerjaan menambang pasir di bawah terik matahari yang menyengat kulit. Jarrel terdengar bernyanyi gembira sambil menggoes sepeda melepas tangan dari setang. Liburan bersama keluarga tercinta ke tempat impian sebentar lagi akan tercapai.
***