"Apa? Hiking? Kita kan berangkat KKN, Sil?" tanya Wina semakin dibuat bingung.
"Gimana sih, Win. KKN kita kan masih bulan depan," balas Silvi.
Wina merasa jadi gila. Dalam keadaan masih dipeluk, mata Wina berkaca-kaca membayangkan siapakah Silvi yang ikut bersama mereka saat KKN. Dia pasrah tak bisa membuktikan bahwa dirinya tak bersalah. Semua teman-temannya juga sudah berpulang. Tinggallah dia yang sekarang dilumuri rasa ketakutan.
Kedua polisi bertanya bersamaan pada Wina, "Anda bicara sama siapa?"
Mereka saling berpandangan dan meyakinkan Wina bahwa tidak ada siapa-siapa lagi di ruangan itu.
Sambil meneteskan air mata, Wina pasrah pada Silvi yang masih memeluknya erat. Silvi mendekatkan bibirnya ke telinga Wina.
"Kembalikan mata anakku," bisiknya dengan suara seperti monster.
Tampak dari cermin yang digantung di samping kiri tempat tidur, Wina melihat seekor kukang dewasa sedang memeluknya erat dengan lengan yang bercakar panjang dan tajam. Kukunya mengelus alis mata Wina yang indah. Pelukan itu tak dilepaskan walaupun Wina sudah berusaha. Dia pasrah.Â
Tampak juga seekor bayi kukang menyeringai dengan taring yang tajam. Bola matanya berwarna putih. Ya, bayi kukang itu sudah buta. Dia bergantung di bahu induknya.Â
Wina sangat menyesali apa yang dia telah perbuat. Itu semua demi mengharapkan emoticon jempol dari orang-orang yang melihat statusnya. Sekarang dia sudah merasa seperti orang gila dan mungkin sudah gila.
Di depan pintu, kedua polisi hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah aneh wanita itu. Mereka tak ingin berlama-lama disana. Wina pun ditinggal sendirian di kamar rumah sakit itu.