Mohon tunggu...
Irfan Hamonangan Tarihoran
Irfan Hamonangan Tarihoran Mohon Tunggu... Penulis - Dosen

Menulis karya fiksi dan mengkaji fenomena bahasa memunculkan kenikmatan tersendiri apalagi jika tulisan itu mampu berkontribusi pada peningkatan literasi masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Mata Anakku Bukan untuk Status KKNmu: Dendam Sang Kukang

18 Mei 2024   11:08 Diperbarui: 18 Mei 2024   11:09 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Paduan Pixabay.com dan Canva.com

Mereka mencoba  berkali-kali menghubungi dosen pembimbing namun sinyal tidak tertangkap dengan baik. Mereka balik ke kampung pun tidak akan mendapat respon dari warga, jadi percuma. Melapor ke polisi pun tidak memungkinkan karena jaraknya sangat jauh tambah lagi hari sudah menjelang maghrib. 

Air sungai terlihat naik ke jembatan. Mereka tentu tidak bisa menyeberangi sungai. Wina dan kawan-kawan memutuskan untuk tetap berada di dalam mobil. 

Beberapa saat, Wina dan sopir membuatkan api unggun tidak jauh dari rombongan itu. Semua kelaparan karena tidak ada bekal yang dibawa. Rasa kantuk juga mulai meniup-niup mata. 

Hanya Wina dan sopir yang terlihat masih di luar mobil. Mereka menunggu siapa tahu Silvi kembali. Kayu bakar dari ranting-ranting pohon ditumpuk untuk menjaga api tetap menyala. Suasana pinggir jalan yang sunyi dan gelap menambah kesan horor apalagi di seberang mereka, ada jenazah yang masih tergeletak.

Tepat jam tiga dini hari,  mata Wina mulai mengantuk berat. Dilihatnya pak sopir sudah tertidur pulas bersandar di ban belakang. Saat akan masuk ke bagian depan mobil, mata Wina samar-samar melihat sesosok bayangan putih melintas ke arah hutan jati. Itu terlihat seperti sosok Silvi.

"Silvi,..., Silvi," panggilnya namun tak ada sahutan.

Walau mengantuk, dia mengikuti sosok itu masuk ke dalam hutan. Benar saja, dia diarahkan ke lokasi mayat. Akan tetapi, sosok yang tak kelihatan wajahnya itu bukan menunjukkan mayat melainkan sesuatu di rumpun bambu tidak jauh dari Wina berada. Seketika sosok itu pun menghilang entah kemana.

Tak ada apa-apa yang bisa terlihat. Wina menyenter bambu yang rimbun dengan HPnya. Terlihat ada sebuah tas selempang kecil. Tas itu bukanlah tas Silvi karena dia tahu betul apa perlengkapan yang dipakai oleh kawan-kawannya. Diraihnya tas itu dan kemudian melihat isinya. Hanya terlihat seutas tali nilon biru sepanjang dua meter dan secarik kertas. 

Isi tulisan di kertas tidak terlalu jelas karena kondisi cahaya remang. Dia membawa tas itu kemudian meninggalkan lokasi. Wina tiba di mobil dan langsung merebahkan badannya di jok  bagian depan. Dia pun terkapar ngantuk berat.

***

Suara ambulans terdengar lalu-lalang. Wina terbangun dan melihat jam dinding digital menunjukkan angka 8.30 pagi. Banyak orang berkerumun di sekeliling. Herannya, dia tidak sedang berada di dalam mobil melainkan ruangan rumah sakit dengan tangan kiri yang diinfus dan tangan kanan terborgol ke besi tempat tidur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun