Bapak mengambil satu piring di antara piring-piring lain yang sedang kucuci. Piring itu masih berlumur busa sabun.
"Ih, Bapak mengganggu saja," keluhku.
 "Nah, kamu marah kan diganggu lagi kerja? Begitu juga Bapak, tak mau mencampuri apa yang sedang dikerjakan Tuhan."
"Tapi lelaki itu kasihan, Pak, mencari terus," protesku.
"Itulah jalan dia mencari jodoh, Nak. Sama seperti kamu yang lagi jomblo. Kamu lagi nyari juga kan? Apa kamu lelah? Kamu sedang menjalani hidup. Apakah kamu lelah menghirup udara ini? Tidak kan? Begitu juga mencari jodoh. Kamu tak akan bisa lelah karena itu adalah bagian perjalanan hidupmu."
Aku mencermati setiap ucapan bapak. Kubasuh tangan setelah menyelesaikan cucian. Kemudian, kupeluk lengan kanannya sambil menyandarkan kepala di bahunya.
"Pak, Bapak kan sandro, kenapa gak bisa baca siapa jodohku?" bujukku dengan manja.
"Bapak memang sandro, Nak. Tapi masalah jodoh, bukan pekerjaanku. Coba perhatikan, banyak orang yang patah hati lantas bunuh diri. Berarti dia mencampuri pekerjaan Tuhan. Dia ragu akan kerjaNya. Kira-kira Tuhan marah gak?"
Aku terdiam.
Saat asyik ngobrol, tiba-tiba notifikasi emailku berbunyi.
Misya, lamaran kerjamu diterima di perusahaan tambang di Sumbawa. Minggu depan anda sudah bisa bekerja.