Mohon tunggu...
Irfan Hamonangan Tarihoran
Irfan Hamonangan Tarihoran Mohon Tunggu... Penulis - Dosen

Menulis karya fiksi dan mengkaji fenomena bahasa memunculkan kenikmatan tersendiri apalagi jika tulisan itu mampu berkontribusi pada peningkatan literasi masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Catatan si Gila di Negeri (Katanya) Waras - Bagian 2

15 April 2024   21:18 Diperbarui: 15 April 2024   21:55 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat mengayuh sepeda tuanya, Pak Leo berteriak dari jauh, "Jadilah orang yang bermanfaat suatu saat, Man!"

Ucapan Pak Leo yang terakhir inilah yang meyakinkanku untuk tetap bercita-cita menjadi presiden di negeri ini. Bahkan aku juga bisa mengatur waktu untuk menjadi rektor di kampusnya.

"Bukankah seorang penguasa bisa lakukan apa saja? Apalagi hanya sambilan menjadi rektor" anggapku remeh.

Tak terasa perjalanan sudah di ujung gang menuju tempat tinggalku. Anak-anak kampung berteriak menyambut kegirangan.

"Orang gila, orang gila, orang gila," seru mereka serentak.

Salah satu dari mereka memukul-mukul kaleng dengan menyesuaikan irama teriakan bocah-bocah kecil yang berjalan mengikuti langkahku menuju tempat tinggal.

"Dang, dang, dang," suara kaleng yang dipukul itu berhenti saat langkah kakiku juga berhenti dan akan berbunyi lagi saat lanjut berjalan.

Bagiku, penyambutan yang diberikan oleh bocah-bocah itu adalah bentuk penghormatan. Penghormatan bagi calon pemimpin mereka di masa depan. Begitulah cara anak kecil menunjukkan rasa hormat dengan cara kegirangan.

"Ya, aku gila. Aku akan menjadi presiden untuk orang-orang gila. Jika bukan aku siapa lagi yang akan mengurusi mereka di negeri ini?" ujarku dalam hati merasa terpanggil.

Aku bersyukur bocah-bocah ini telah mendukung cita-citaku. Rasa percaya diri semakin mendalam saat bertemu dengan Mak Mijah. Semua bocah terdiam karena dibentak olehnya,

"Hus, bubar, bubar semua," teriak beliau sambil membukakan pintu kayu yang lapuk untuk kulalui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun