“Anak kita,” kata Yurnita dengan deraian air mata ketika ayah Basri baru saja pulang dari surau, biasanya setelah shalat Subuh ia menunggu hingga waktu Duha tiba setelah itu baru ia pulang. Hari itu ia sedang puasa Isnin, badannya tak enak, matahari pun baru saja bertengger ia sudah pulang. Ia mendapati Yurnita yang sedang terpaku dengan tatapan hampa.
“Basri, kenapa dia?”
“Dia menulis terlalu tajam mengkritik pemerintah, tiga hari ia menghilang, seorang pemulung menemukan jasadnya di pasar senen.”
Hasan Basri telah pergi meninggalkan semua impiannya di tanah Jawa, Isnin minggu kemarin.
-Tamat-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H