Mohon tunggu...
Ipon Semesta
Ipon Semesta Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Seniman. Melukis dan Menulis. Mantan Jurnalis Seni dan Budaya. Ketua PERSEGI (Persaudaraan Seniman Gambar Indonesia)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kontemplatif: 50 Tahun Pasar Seni Ancol

10 November 2024   16:20 Diperbarui: 12 November 2024   17:47 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi koleksi pribadi karya seniman Pasar Seni Ancol Input sumber gambar

Ya, dia telah mendengar panggilan semesta. Dia selalu mengosongkan dirinya untuk menjadi gelas kosong. Gelas itu tidak ada tutupnya. Gelas itu selalu ditempatkan di tempat yang rendah. Dia membiarkan semesta mengisi gelas itu.

Dia telah tertempa oleh cahaya. Cahaya itu membentuk kepribadian dengan prinsip yang kuat. Dia tidak tertarik untuk menjalankan aktivitas rutin dan berkompetisi untuk menjadi juara seperti kebanyakan kembang dengan aktivitasnya yang tidak memberikan dampak apa apa. Dia terus berinovasi berkreasi untuk mengembangkan diri karena dia percaya semesta tanpa batas. Dia berbeda dengan kebanyakan kembang-bunga yang tumbuh di Pasar Seni Ancol sekadar untuk melihat potret kehidupan, aksen berkesenian dan menjalani proses bernapas dan mengikuti arus. Dia telah mengetahui arus kehidupan. Dia tahu kehidupan ini tidak jelas mau membawanya ke mana. Dia selalu rakus akan pengetahuan baru, dia tidak pernah mengizinkan terbawa arus kehidupan yang tidak jelas. Laiknya seekor ikan, dia berenang melawan arus. Dia mengembangkan berpikir kritisnya, berpikir kreatifnya, berkolaborasi dengan banyak kembang-bunga, mengembangkan cinta kasih. Dia terbuka pada semua kembang-bunga. Terbuka pada pelbagai perspektif kembang-bunga di taman impian.

Angsana tidak pernah damai dengan dirinya sebelum punya tidur berkualitas, sebelum menemukan kebenaran sebagai kembang sejati, harumnya menguar hingga jauh. Dia tahu, kebenaran sejati itu tidak ada di luar diri dan kendalinya. Maka dia mencari kebenaran pun tidak pernah keluar dari dirinya. Dia terus berfokus ke dalam dirinya karena dia percaya bahwa dia ada di Pasar Seni Ancol ini tidak sia-sia. Dia sadar-sang pengutus semesta telah membekali bekal yang utuh. Tuhan menjamin segala kebutuhan ciptaannya dan telah menitipkan kepada semua mahluknya agar tidak kekurangan, tidak menderita. Dia memiliki kehidupan yang menakjubkan. Dia tidak menderita karenanya. Dia tidak pernah imsomnia dengan bekal yang diberikan sang Pencipta dan bekal itu masih tersimpan rapi dalam dirinya. Dia adalah ruang-ruang keilmuan. Dia adalah perpustakaan terlengkap. Dia adalah lapis-lapis langit yang tanpa batas. Dia adalah sumber cinta kasih yang berkembang baik. Dia adalah sihir yang terpendam dalam diri yang hingga kini telah dia buka karena dia tahu mantra kunci rahasia untuk membukanya dan mantra kunci itu memang tidak diberikan kepada kembang sembarangan. Mantra kunci itu dititipkan kepada bunga-bunga yang terpilih, yang memiliki tujuan ke tanah impian. Jika mantra kunci itu diberi ke bunga sembarangan bisa jadi seluruh potensi yang luar biasa dalam diri bunga yang manuvernya tidak jelas akan digunakan untuk menebarkan kebencian. Bukan cinta kasih yang berkembang baik.

Karena dia telah mendengar seruan semesta, dia tetap menjadi kembang baik. Sekalipun lingkungan memperlakukan tidak baik. Dia tidak peduli dengan apa kata kembang-bunga tentang dirinya. Karena dia percaya bahwa kebaikan sifatnya alami. Cinta itu lingkaran yang alami. Dia tidak bisa melawan kebencian dengan kebencian. Dia tidak bisa melawan kelam dengan gelap, tidak bisa melawan kekejaman dengan kejahatan. Dia percaya hanya terang yang bisa melawan kegelapan. Hanya cinta yang bisa melawan kebencian. Hanya kelembutan yang bisa membebaskan segala kejahatan. Dia percaya itu dan dia tidak tergoda oleh lingkungannya seburuk apapun itu, dia tetap menjadi sumber kebaikan.

Dia telah memiliki pemahaman batin yang lebih jauh berbeda dari kebanyakan bunga dan dia tidak takut untuk diam. Pemahaman batin yang lebih jauh berbeda dari kebanyakan bunga dan dia tidak takut untuk ditebang, diasingkan dari lingkungannya sekalipun. Pemahaman dia melampaui kebanyakan bunga. Karena kembang yang terpilih adalah satu yang baik diantara semua yang tidak terpilih. Bagaimana dia bisa menjadi yang terpilih jika menjadi seperti kebanyakan bunga? Dia tidak marah ketika kembang lain murka. Dia justru semakin sayang kepada kembang-bunga yang pamer ego. Karena itu mengapa semesta memilihnya. Dan dia tidak melawan kejahatan dengan siasat dendam. Dia kembang yang punya pemahaman batin yang dalam. Dia tetap saja fokus jauh ke dalam batin seperti danau-danau bagian dalam yang tetap tenang walaupun di permukaan ada badai, kabut, terik, ada gelombang dia tetap saja di dalam. Dia telah mencapai pemahaman batin yang dalam dia tidak pernah terganggu dengan situasi yang di luar. Dia tidak reaksioner. Dia tidak mengalami turbulensi ketika di luar. Dia telah berada di kedalaman batin.

Dia tahu dan percaya dari sejarah semua pembaharu. Semua kembang-bunga yang melakukan pembaruan terhadap semua aspek kehidupan, konsekuensinya pasti diasingkan oleh lingkungan. Tidak disukai. Betapa dahsyatnya penolakan dan perlawanan dari tradisi di mana sang pembaharu tumbuh. Karena tradisi itu banyak sekali kembang-bunga yang ketakutan tersingkir oleh pemahaman baru. Oleh pembaharuan. Dan itu sudah merupakan hukum alam setiap mahkluk. Ada ketakutan terselubung-kuatir tersingkir, tersaingi terutama kembang-bunga yang belum memahami pemahaman batin yang dalam. Dia adalah kembang yang sudah terpanggil. Dia mendengarkan suara panggilan semesta untuk waktu yang lama. Dia tetap sebagai kembang angsana sekalipun banyak bunga yang tidak menyukai***

Ipon Semesta -- Ketua PERSEGI (Persaudaraan Seniman Gambar Indonesia)

10 November 2024, Jelang 50 tahun Pasar Seni Ancol.

*Artikel akhir dalam buku Apresiasi Seni dapat dibaca dalam postingan saya berjudul: "Akar Seni Indonesia"

https://www.kompasiana.com/ipondk3828/6730693334777c6c8e06e912/akar-seni-indonesia 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun