Jadi, jika menganalisis pencapaian artistik pada suatu zaman tertentu, harus pula memperhitungkan masalah gaya dan formal serta gaya yang dominan, tetapi juga harus mempertimbangkan penyimpangan dari gaya tersebut; dalam mensurvei sejarah seni, tidak serta merta menganggap seni sebagai keseluruhan yang anonim, tetapi sebagai karya seniman kolektif, individu dengan bakat dan aspirasi spesifik mereka sendiri.Â
Di atas segalanya, harus dipelajari juga tentang kondisi sosial, gerakan, dan konflik pada masa itu, hubungan dan perjuangan para pendahulu seni, serta ide-ide yang dihasilkan, baik religius, filosofis, maupun politis - untuk melihat seni pada masa itu dalam konteks yang nyata, bukan imajiner.
 Berhati-hati pula untuk tidak menafsirkan setiap karya seni, atau elemen gaya, sebagai ekspresi langsung dan tidak ambigu dari suatu kelas seniman atau situasi sosial. Berhati-hati untuk tidak menilai karya seorang penulis, seniman, atau musisi hanya berdasarkan apakah karya itu 'progresif' atau 'reaksioner' (karena keduanya dapat bercampur.
Mencari jawaban dari penelitian spesialis dan bahkan para ilmuwan terbaik pun terkadang kesulitan memberikan jawaban yang benar-benar tepat, karena penyebabnya banyak dan saling terkait erat, dan sulit untuk menilai pada titik mana perubahan kuantitatif berkembang menjadi perubahan kualitatif.
Keberatan terhadap sejarah sosial seni sebagai metode interpretasi sebagian besar berasal dari anggapan bahwa seni tidak dapat dan tidak akan mencapai tujuannya. Hanya jenis sejarah sosial yang paling kasar yang akan berusaha merepresentasikan jenis seni tertentu sebagai ekspresi homogen, konklusif, dan langsung dari bentuk masyarakat tertentu.Â
Seni pada zaman yang kompleks secara historis tidak akan pernah homogen, jika hanya karena masyarakat pada zaman tersebut tidak homogen; seni tidak akan pernah lebih dari sekadar ekspresi strata sosial, sekelompok orang dengan beberapa kepentingan yang sama; seni akan menunjukkan kecenderungan gaya yang berbeda secara bersamaan sebanyak tingkat budaya yang berbeda dalam masyarakat yang relevan.
Namun karena pergeseran makna berkesenian "kelompok orang dengan kepentingan bersama" yang paling bertahan lama dan paling efektif, kebutuhan dan cara berekspresi dalam seni dikondisikan oleh kelas (meskipun harus memperhitungkan fakta bahwa kelas sosial bukanlah benteng tanpa jendela, bahwa bahkan kelas yang saling bertentangan pun memengaruhi satu sama lain, bentuk dan konvensi yang dikembangkan oleh kelas seniman terdahulu dapat memengaruhi perspektif baru yang sedang bangkit, dan bahwa perubahan dan perkembangan terjadi bahkan dalam satu pandangan.
Sejarah sosial seni hanya menegaskan -- dan ini adalah satu-satunya bentuk pernyataan yang dapat dibuktikan -- bahwa bentuk-bentuk seni bukan hanya bentuk-bentuk kesadaran kolektif individual, yang dikondisikan secara optik atau lisan, tetapi juga ekspresi dari pandangan yang dikondisikan secara sosial.
Bentuk-bentuk pengalaman individu yang "dikondisikan secara optik atau lisan" tidak berevolusi secara independen dari perkembangan sosial. Cara-cara baru untuk melihat atau mendengar bukan hanya hasil dari persepsi sensorik yang lebih baik atau lebih halus, tetapi juga dari realitas sosial yang baru.Â
Misalnya, irama, kebisingan, dan tempo kota-kota besar merangsang jenis-jenis penglihatan dan pendengaran yang baru, seorang petani melihat pemandangan alam secara berbeda dari pengamatan seniman, dan seterusnya. Namun, intinya adalah bahwa kondisi-kondisi sosial jarang menemukan refleksi langsung dalam seni, dan bentuk-bentuk serta gagasan-gagasan artistik yang baru tidak sepenuhnya sesuai dengan konten sosial yang baru.
Namun, bukankah yang disebut 'gaya' merupakan ekspresi seragam dari suatu zaman, era sosial, dalam seni? Bukankah 'gaya' yang sama dapat dikenali dalam sikap umum yang mencakup pakaian dan politik, moral dan tata krama yang membentuk gaya?. Bukankah 'gaya' merupakan ekspresi masyarakat yang paling tegas?Â