Mohon tunggu...
Ipon Semesta
Ipon Semesta Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Seniman. Melukis dan Menulis. Mantan Jurnalis Seni dan Budaya. Ketua PERSEGI (Persaudaraan Seniman Gambar Indonesia)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pasar Seni Ancol, Sarana Peningkatan Perdagangan Seni dan Pengembangan Mutu Kreativitas

14 September 2024   08:56 Diperbarui: 14 September 2024   08:58 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ulasan kali ini menyoal pertemuan penting tahun 1981 di Ancol. Pertemuan reportase itu dihadiri Henk Ngantung, Suluh Darmaji (manager Pasar Seni Ancol saat itu), Amrus Natalsya, Harijadi, Waluyo, Vlug, pak Kusnadi, dan Yaya. Diskusi delapan tokoh seni itu membahas seputar perkembangan masa depan seni rupa di Indonesia, khususnya di pasar seni rupa di Ancol serta menggagas ide revelusioner mendirikan Bank Seniman di Pasar Seni Ancol. Wacana pendirian Bank Seniman tersebut disepakati. Ide menarik  itu menurut mereka adalah solusi tepat untuk mengantisipasi kesulitan seniman Pasar Seni Ancol dari kemalasan seniman berkarya dan menghindari pikiran jorok yang seringkali mampir ke bulu kuduk ketika kondisi, situasi, suasana hati seniman kerepotan untuk tetap menjadi warga seniman Pasar Seni Ancol dan kerepotannya soal bagaimana menangulangi asupan gizi, nutrisi dan menghindari sikap "julid" kesesama seniman Pasar Seni Ancol dan lain-lain. Tetapi diskusi tersebut lebih fokus menyoal tentang bagaimana dapat semaksimal mungkin ke pemberdayaan sumber daya seniman dan kelakuan karya seni yang dijajakan di Pasar Seni Ancol. 

Membangun Masa Depan Seni Rupa di Ancol

Hendrik Joel Hermanus Ngantung adalah nama lain Henk Ngantung, seorang seniman, mantan Gubernur Jakarta 1964-1965. Henk Ngantung dikenal karena kontribusinya yang besar dalam dunia seni rupa Indonesia. Henk Ngantung bersama tokoh-tokoh lainnya seperti Amrus Natalsya, seorang pelukis dan pematung yang terkenal juga dengan karya-karya yang menggambarkan perjuangan rakyat. Mereka memiliki misi untuk memajukan seni rupa di Indonesia.

Mereka membincang tentang perkembangan kesenian di Ancol. Ancol, hingga kini dikenal sebagai pusat rekreasi dan hiburan, memiliki potensi besar untuk menjadi pusat seni rupa. Mereka sepakat, bahwa Ancol harus menjadi tempat di mana seniman dapat mengekspresikan kreativitas mereka dan masyarakat dapat menikmati karya seni yang berkualitas.

Pasar Seni Rupa di Ancol

Salah satu topik utama yang dibahas adalah pasar seni rupa di Ancol. Para seniman dan tokoh seni rupa itu melihat pentingnya menciptakan pasar seni yang dinamis dan berkelanjutan. Mereka membahas pelbagai strategi untuk menarik minat masyarakat dan kolektor seni, termasuk mengadakan pameran seni secara rutin, mengundang seniman internasional, dan mengembangkan program edukasi seni untuk masyarakat.

Gagasan Mendirikan Bank Seniman

Salah satu ide revolusioner yang muncul dalam pertemuan itu adalah gagasan mendirikan bank seniman. Bank ini akan berfungsi sebagai lembaga keuangan yang memberikan dukungan finansial kepada seniman untuk mengembangkan karya mereka. Dengan adanya bank seniman, diharapkan para seniman tidak lagi kesulitan dalam mendapatkan dana untuk proyek-proyek seni mereka juga untuk meningkatkan kebertahanan harian, keterampilan, daya juang dan upgrade pengetahuan sebagai seniman.

Pertemuan itu merupakan langkah awal yang penting dalam upaya mengembangkan kesenian dan pasar seni rupa di Ancol. Mereka memiliki visi dan komitmen yang kuat untuk masa depan seni rupa. Gagasan mendirikan bank seniman juga menunjukkan betapa seriusnya mereka dalam mendukung perkembangan seni rupa di tanah air. Dengan adanya inisiatif itu, Ancol khususnya Pasar Seni dapat menjadi pusat seni rupa yang berpengaruh dan memberikan kontribusi besar bagi perkembangan kesenian di Indonesia.

Ipon Semesta - ketua PERSEGI Persaudaraan Seniman Gambar Indonesia. Pasar Seni Ancol 14 September 2024

--------------------------------

PASAR SENI ANCOL SEBAGAI SARANA PENINGKATAN PERDAGANGAN SENI DAN PENGEMBANGAN MUTU KREATIVITAS

Oleh: Henk Ngantung

PENGEMBANGAN Pasar Seri Ancol bisa meliputi berbagai aspek penting. Sarana fisiknya yaitu pasar tempat di mana para senimannya berkarya, pengembangan mutu karya oleh senimannya, bagaimana cara pemasaran benda seni di sana harus ditangani, peningkatan sikap dan pribadi senioritas, peningkatan segi komunikasinya dan lain-lainnya. Semua aspek penting itu perlu diperhatikan dengan seksama agar tercapai suatu tahap yang dinginkan bersama yakni Pasar Seni Ancol yang memiliki perspektif luas dan positif di mata masyarakat Indonesia dan masyarakat internasional. Dalam rangka inilah oleh pihak Pasar Seni Ancol khususnya diminta pendapatnya yakni dari Bapak HENK NGANTUNG untuk berbicara mengenai masalah-masalah yang berkatan dengan pengembangan Pasar Seri Ancol di tinjau dari berbagai aspek. Di bawah ini adalah tangkapan atas rekaman kaset wawancara dengannya serta berbagai tanggapan dari seniman seniman lain atas pembicaranya.

Herk Ngantung

Sebelumnya, bahwa di salah satu sudut Proyek Ancol terdapat seniman-seniman yang menjual benda seni secara murah. Lalu terpikir oleh pimpinan, agar baik diwadahkan ke dalam kompleks supaya tertib, rapih dan indah. Tapi dalam perkembangannya, setelah saudara-saudara mengalami komunikasi dengan maryarakat kompleks itu dikembangkan.

Batas-batasnya agar dikendorkan, saya sarankan namanya lain, Taman Seni atau apa yang mungkin ini akan memberi pengaruh terhadap masyarakat. Karena, nama jelas merupakan hal yang baku dan perlu di pertaruhkan kemudian selain di situ ada seniman-seniman yang telah nyerempet nyerempet senior semisal AMRUS, WAKIJAN yang tentunya akan bisa menambah samaraknya suasana Pasar Seni/Taman Seni. Dan kalau mengenai senioritas, jelas tidak merupakan jarminan harga karya seni jika hal ini di pasang di pasar seni. Umumnya masyarakat menghendaki harga yang murah, atau kalau peru minta di sumbang. Padahal jelas, bahwa harga lukisan tidak merupakan suatu foktor penentu mutu. Tapi dalam hal inilah kita justru peru memperhitungka segi logika masyarakat yang bersifat konsumti itu. Memperoleh lukisan yang bermutu seni dengan keluar uang yang tidak besar atau murah. Saya kira Sudjojono, Affandi, juga akan berskap begitu. Artinya tidak mau rugi.

Jadi dalam hal ini ada semacam anggapan bahwa dengan telah dimilikinya satu lukisan yang bermutu tinggi dan dengan hanya membayar murah maka pembeli telah merasa menang. Nah justru dalam hal inilah seniman perlu memiliki taktik dalam pemasaran seni. Untuk itulah maka saya harapkan Pasar Seri Ancol perlu memikirkan suatu taktik pemasaran. Bagaimana caranya agar relasi semakin meningkat misalnya mencari pemasaran di Hongkong, Singapura. Karena saya pernah dengar, ada pelukis-pelukis yang belum begitu hebat dan ternama telah memila hubungan dagang secara teratur dengan Singapura, Hongkong dan sebagainya. Tapi siapa orangnya, saya lupa kendati saya pernah dhubungi olehnya. Jadi saya kira, Pasar Seri Ancol perlu mencari jalan agar mendapat pasar di Singapura, Hongkong dll. Jadi tidak hanya pemasaran di lingkungan yang terbatas Pasar Seri Ancol harus bisa ekspansi ke luar, misalnya dengan menjual ukiran, dan berbagai benda seni lainnya. Kita tidak boleh terikat hanya menanti pengunjung di sini saja, dalam segi pemasaran ini. Apa boien buat jika nanti terus menjadi semacam pabrik.

Amrus

Saya pernah melihat di CIANJUR, banyak diperdagangkan lukisan lukisan di pinggir jalan seperti di Taman Suropati. Mereka menjual dengan cara gulungan. Mereka tawarkan di hotel di rumah makan pada tamu-tamu. Ternyata peminatnya cukup besar. Orang Jepang orang Hongkong. Orang kalau beli lukisan diborong semua. Harganya ada yang lima ribu enam atau tujuh ribu rupiah. Dan itu ukurannya besar-besar. Tapi ya bahan yang dipakai umumnya cat cetakan. Dan proses pembuatannya (seperti ketika saya pernah lihat) memang telah seperti mesin betul betul. Perahu laut, semua dikerjakan bagai cara kerja mesin. Pelukisnya memproses karya di pabriknya, sedangkan para calo datang dan dialah yang memasarkannya. Dus-dusan jumlahnya, la jual ke calo empat ribu rupiah sebuah.

Henk Ngantung

Ya, itu saja. Dan dengan cara kerja seperti itu, penghasilannya pun sesuai

AMRUS

Saya punya pengalaman lain. Ini seorang dokter yang menyenangi lukisan. Dia memanggil saya ke rumahnya. Dia punya lukisan potret diri berikut istrinya. Dokter itu bilang bahwa la tak menyenangi lukisannya. Ketika saya tanyakan apa alasannya, la mengetengahkan pengalamannya ketika berada di Swiss, ada seorang pelukis yang hanya beberapa kali tarik garis, ekspresinya sudah kena. Pokoknya tidak banyak warna Ketika saya tanya tentang harga lukisannya, la mengatakan hanya membayar liga puluh ribu rupiah saja. Nah, inlah satu contoh dari orang yang tidak tanggap terhadap masalah kesenian, bahwa dengan harga tigapuluh ribu mereka menginginkan seperti apa yang mereka lihat di negeri-negeri yang sudah seperti di Swiss itu. Lha kita sendiri di Pasar Seni, tidak ada yang mampu membuat potret yang harga tigaratus ribu. Tidak mudah. Siapakah orangnya yang mau membuat potret dengan harga tigaratus ribu?

Henk Ngantung

Saya kira hal itu bisa tergantung pada si pemesan, dan nama pelukis yang membuat. Nama pelukis dalam hal ini menentukan pula. Misalnya Affandi di suruh melukis potret. Pasti tidak bakal mirip. Brengsek, jelek. Tapi, nama Affandi, yang punya jaminan itu? Bagi orang yang tak mengerti seni mungkin akan...  kalau saya sih seneng.

Amrus

Jadi pak, sebenarnya masih banyak yang bisa membuat Pasar Seni ini menjadi lebih baik. Kalau saya pribadi, apakah itu nanti namanya Pasar atau Taman, itu merupakan soal kedua. Tapi apakah seniman seniman yang ada di dalam itu mau menjadi pelukis pionir yang baik dalam arti masih bisa berkembang lagi atau tidak Sebab, kalau kita, misalnya biasa membuat lukisan potret yang baik rata-rata dalam satu bulan tujuh lukisan, per buah harganya tigapuluh ribu rupiah. Jika hal ini nanti penghasilan di potong untuk beaya bahan, cat, memberi konsumsi pada tamu yang datang, dan lain-lain, maka akan habis saja itu uang dan tidak ada pemasukan. Tapi jika la bisa menambah frekuensi produksi misalnya menyelesaikan tujuh potret dalam tiga minggu kan masih ada waktu satu minggu untuk berkarya yang lain, ini salah satu cara untuk bisa lebih meningkatkan mutu.

Henk Ngantung

Kalau kita hendak meningkatkan mutu dari para seniman di Pasar Seni, itu tidak harus dengan cara melukis saja. Bisa di capai dengan cara memperluas pengalamannya, pengetahuannya. Pengalaman dan pengetahuan bukan tentang seni lukis saja, tapi tentang banyak aspek yang bisa memperkaya jiwa dan ungkapan estetika ini agaknya yang akan menjadi seniman itu bertambah matang dan dewasa, dan dalam. Kalau mengenal kemahiran melukis, saya kira para pelukis di Pasar Seni Ancol sudah cukup. Sudah bisa melukis potret, lanskap, dll. Kalau dari dalam (segi kejiwaan) tidak ada tambahan/input, maka la akan tetap tinggal begitu saja. Inilah, maka saya rasa betapa pentingnya dialog itu, sehingga kepada kita diperoleh input yang bisa menjadikan diri kita bertambah dewasa dan matang

Amrus

Kalau menurut pikiran subyektif saya, alangkah baiknya untuk meningkatkan mutu ini kita atur dengan semacam program seniman. Ini soal intern, bukan yang sifatnya keluar.

Lalu kembali yang semula, mohon dijelaskan bagaimana positifnya, dan negatifnya, serta perspektifnya. Pasar Seni Ancol, atau dengan kata lain bahwa Pasar Seni Ancol bisa menjadi kebanggaan masyarakat Jakarta dan merupakan suatu hasrat bagi masyarakat di luar Jakarta untuk datang ke Ancol di samping masalah-masalah intern itu tadi (yang misalnya dengan menjejer karya senior dengan karya yang masih muda- muda dengan maksud untuk perbandingan, bak segi ketokohan berikut karyanya, agar bisa diketahui segi prosesingnya serta dunia yang melingkupinya, mengingat kita semua ingin menjadi pelukis besar)?.

Henk Ngantung

Dulu saya pernah dengar, yang menempati kios di Pasar Seni itu bergilir. Ini apa benar? Bergilir itu bagaimana ada yang baru apa tidak?

Waluyo

Benar, bergilir. Di sini kita harus melihat fasilitas yang ada di Pasar Seni. Jumlah seniman di Pasar Seni adalah empat kali lipat dari jumlah stand yang ada. Oleh sebab itulah kita harus menggilir mereka, sepuluh hari-sepuluh hari. Tapi juga ada teman-teman yang misalnya, pulang dulu ke Medan, pameran ke mana sehingga haknya bisa kita serahkan kepada teman yang lain untuk menempati kios yang sedianya akan mereka pakai atau seniman baru bisa menggantikan tempatnya. Dengan catatan di seleksi dahulu oleh koordinator.

Henk Ngantung

Memang untuk meningkatkan mutu, di mana saya lihat para penghuninya sudah pada faraf arrived artinya sudah saatnya karena memang sudah bisa menjual seni mereka, peningkatan mutu bisa menjadi lengah. Keasyikan dalam hal bisnis yang sudah bisa mendatangkan uang akan memperlemah niat untuk studi. Studi dalam berbagai hal yang amat luas. Padahal, studi ini amat penting artinya untuk peningkatan mutu. Inilah yang sekarang saya lihat di Pasar Seni Ancol yang seakan-akan mereka itu telah mengenakan baju yang pas benar. Kalau baju itu di permak, lalu malah jadi kacau. Di sinilah maka perlunya dimbangi penampilan perbandingan para senior-senior sebagai perbandingan.

Tapi perlu di lihat di sini bahwa ofset Pasar seni adalah untuk menjual. Jadi masalah mutu, baik atau tidak, tidak perlu tergesa-gesa dijadikan kesimpulan. Perlu dihimpun dalam hal ini dan dicari kebijaksanaan baru dengan tentu saja, dibicarakan lebih jauh lagi, secara bersama-sama. Saya kira pembicaraan menyangkut perihal mutu pemasaran, dll jangan diserahkan atau dipercayakan pada seniman. Karena seniman pada umumnya tidak memiliki kelihaian manajemen, mereka lebih senang berkhayal. Jadi, diperlukan seorang penasehat yang berpikiran realistis.

Jika tadi saya singgung tentang senior-senior di Pasar Seni, itu memang sulit. Karena, mereka itu biasanya telah mempunyai dunia sendiri-sendiri dan mereka telah mempunyai audience serta pasaran yang sudah mapan bagi karya-karyanya. Jika mereka itu kita ajak barangkali mereka akan berpikir kurang perlu atau kurang merasa butuh. Saya percaya, para senioren itu tidak punya dedikasi untuk kerjasama seperti ini. Masa bodo, begitu. Ya, hanya karena perasaan solider sajalah mungkin, yang mengharuskan mereka mau ikut. Sebagai misal adanya saya sendiri. Mungkin kalau tidak ada saudara AMRUS ini yang mengajak, akan maukah saya? Apa yang mesti harus saya ceramahkan di Ancol dan sebagainya dan sebagainya.

Jadi, yang mesti harus kita pikirkan adalah, bagaimana menarik daya penarik bagi para senior senior agar mereka mau secara berkala datang ke Pasar Seni. Misalnya saja. (ini pikiran yang belum matang) di Ancol di buat satu cafe yang bisa menarik minat para seniman sastrawan, dil. Mereka datang ke Ancol tidak untuk berkarya, tapi hanya minum-minum atau ngobrol. Tetapi karena nama para seniman atau sastrawan tersebut sudah di kenal masyarakat dan sering datang ke Ancol, masyarakat pada akhirnya tertarik untuk datang ke Pasar Seni, karena ingin pula melihat keunikannya.

Dus, kita cari dalam hal pengembangan mutu ini dengan cara yang tidak langsung menyentuh profesi kesenimanannya, ini jika kita Ingin mendatangkan para senioren itu tadi mengingat mereka telah mempunyai cara pengembangan pribadi secara sendiri-sendiri.

Tentang Pasar Seni nanti melahirkan seniman besar atau tidak. saya kira sulit untuk dirumuskan. Karena, seperti di... lahir seniman seniman dunia. Tapi mereka datang ke sana bukan datang untuk melatih. Di Mount Mantre para sastrawan, seniman besar, datang untuk minum di cafe, yang memang murah, pemilik restoran baik. Bangunannya artistik dsb. Di sana saya sendiri pemah di lukis oleh seorang siswa Jepang dan Inggris. Murahbmemang. Nah, jika misalnya para siswa dari LPKJ, datang ke Pasar Seni untuk mencari nafkah di Pasar Seni ini saya kira merupakan suatu keuntungan, Ini mungkin, untuk bisa melahirkan seniman besar. Yah, satu diantara banyak kemungkinan. Tapi karena ini pasar seni ya kecuali kalau Pasar Seni ini merupakan suatu lembaga pendidikan, itu lain Nah. Inilah merupakan bahan-bahan yang bisa dipikirkan. Membina Pasar Seni janganlah terlalu mengharapkan adanya suatu prestasi-prestasi yang memang sulit diharapkan muncul dari situ

Tapi coba kita kembangkan, suatu peningkatan tentang apa yang ada sekarang. Itu dulu. Saudara AMRUS misalnya, bisa mengembangkan dengan cara pribadi, selain la juga merupakan seorang seniman yang mempunyai rasa tanggung jawab serta solidaritas dengan kawan-kawan seniman, mengangkat bersama, itu semua tidak ada kaitannya dengan prestasi pribadi

Jadi dalam hal ini harus bisa dibedakan antara panggilan sosial, dan panggilan individu untuk perkembangan prestasi dan mutu kreatifitas.

Oleh karena itulah, perlu dipikirkan suatu bentuk yang menarik. Sayang di sini letaknya agak jauh, kalau dekat, tapi coba buat semacam tempat rendezvous, bagi artis-artis, sastrawan, juga bisa berkumpul di suatu tempat seni semacam di Ancol ini.

Mengenal nama dari tempat kegiatan seni, berpengaruh apa tidak, itu semua mesti di tinjau kembali atas dasar opset Pasar Seni. Dalam hal ini perlu ditelaah kembali pidato-pidato, pada saat pembukaan Pasar Seni kalau tak salah dari pak CIPUTRA, dari Pak Gubernur (Ali Sadikin.), dus dalam pengembangannya harus disesuaikan dengan dasar-dasar itu semua.

Waluyo

Kita ingin, Pasar Seni bisa menyumbangkan ragam seni(?) bagi masyarakat, dan terhadap perkembangan seni lukis/Seni rupa Indonesia pada umumnya, dalam hal ini Pasar Seni ingin mencoba untuk menjadi tempat atau sarana rekreasi serta sarana pendidikan. Jadi, anak-anak ke Pasar Seni bisa melukis atau bisa melihat proses penciptaan seni oleh para seniman Pasar Seni, dsb.

Bagaimanakah pendapat Pak Henk Ngantung dalam hal ini?

Henk Ngantung

Saya kira untuk itu kita harus kembalikan pada, maksud dan tujuan Pasar Seni/Proyek Seni Ancol itu sendiri. Maksud dan tujuan pendirian Proyek Ancol itu apa itu sebagai dasar. Kalau saya tak salah tangkap, Pasar Seni adalah bukan atau tidak punya pretensi sebagai suatu tempat pendidikan dengan sistim pengembangan senirupanya. Dus, janganlah dia nanti dijadikan semacam 'saingan dengan lembaga pendidikan seperti TIM dengan LPKJ nya, dll. Pasar Seni Ancol haruslah mempunyai corak dan ide-ide tersendiri. Tapi saya sendiri belum punya gambaran yang konkrit apa yang mesti saya sumbangkan, karena Pasar Seni ini punya status yang memang lain dengan TIM. Di sini harus kita cari, cara-cara bagaimana agar Pasar Seni bisa berkembang menjadi tempat rekreasi dan berkembang selain kita harus selalu menghidupkan iklim kreatifitas. Mengenal mutu Pasar Seni karena saya dengar ada penasehatnya, dll maka pada penasehat itulah nanti kita serahkan tugas untuk mengontrol segi perkembangannya, agar selalu meningkat, sehingga dalam perjalanan hidup Pasar Seni itu nanti kita bisa menemukan apa-apa yang harus di tingkatkan. Di buatkan semacam acara retrospeksi untuk melihat mana kekurangannya, dsb.

Tapi yang saya lihat sekarang terlepas dari komersial atau tidak, saya lihat ada kemajuan. Ini jika dibandingkan dengan permulaan. Mutu Pasar Seni telah menanjak.

Kalau saya boleh menambahkan ide, maka alangkah baiknya dibuatkan restoran restoran yang khas Pasar Seni supaya ada corak yang tak ada duanya selain di sini, sehingga nanti ada kesatuan harmonis antara apa-apa yang ada di sini. Untuk menarik pengunjung, kita juga bisa berangkat dari spesifiknya restoran di sini, yang orang tak bakal bisa menemuinya di tempat lain. Baik segi bentuk bangunan yang artistik, rasa spesial, dll misalnya saja masakan acar Pasar Seni. Seperti di Paris umpamanya, di restoran tertentu ada tandatangan seniman-seniman terkenal misalnya Piccasso. Modigliani, yang tertempel di tembok restoran. Nah. Kita bisa cari ide-ide yang tak kalah istimewanya dengan itu semua. Yang penting, Pasar Seni harus bisa memberi makanan rokhani dan jasmani bagi masyarakat luas. Ini bisa di capai dengan aspek dan cara.

Waluyo

Untuk mengabadikan tamu-tamu atau pengunjung yang patut kita abadikan, apakah itu dalam bentuk tanda tangan atau goresan mereka, sudah kita rencanakan dengan menyediakan batu besar atau kayu yang besar di Pasar Seni.

Saat ini kita sudah mengadakan beberapa acara yang berkaitan sekali dengan teman-teman seniman, apakah itu kegiatan yang sifatnya merangsang untuk berkarya lebih baik, untuk pengembangan, di antaranya apresiasi seni. Dan pembinaan terhadap seniman pemula dalam arti masuk ke Pasar Seni bukanlah berpredikat pekerja seni, tapi sebenarnya mereka itu hanya penjaga stand. Karena mereka hidup di lingkungan seniman, berkarya dan ada masyarakat atau pengunjung tertarik dengan karyanya, tapi karena mereka itu tak memiliki keahlian mereka harus kita kumpulkan dan perlu di tatar.

Bagaimanakah kira-kira, acara apreasiasi seni semacam ini pembinaannya dan pengembangannya bagi mereka itu? Faktor apa yang bisa menguntungkan mereka.

Henk Ngantung

Buat saja di Pasar Seni sebuah studio yang besar dan tertutup, buatlah kegiatan bagi mereka yang santal tapi terarah. Santai dalam arti, tidak perlu ada pengetatan disiplin seperti layaknya akademi. Tapi, ya perlu ditinjau kembali lay-out Pasar Seni setelah adanya para pengamen-pengamen ini. Oh ya, bagaimanakah dengan Ruang Pameran Khusus di Pasar Seni apakah selalu diisi apa tidak?

Waluyo

Sementara ini belum kita manfaatkan secara maksimal. Ruangan itu sekarang untuk boneka-boneka. Ruangannya terbuka, dan kalau tak ada halangan akan dibuat nanti satu gallery dan tigapuluh empat stand lagl

Henk Ngantung

Jika ingin dibuat gallery, hendaknya jangan dibuat yang terlalu formal Tapi buatlah sebuah kesan, seolah-olah gallery itu sebuah museum dengan sekuriti yang baik untuk menjaga tindakan destruktif dari pihak yang tak senang. Pendeknya sebuah ruangan gallery yang hidup dan berguna selain adanya kegiatan yang bersifat mendidik itu tadi, apakah berupa skets dll.

Waluyo

Nanti setelah terbentuk sebuah team pembina, team koordinator dsb, pasti akan ada perkembangan. Yang akan kami tanyakan, Pasar Seni itu akan menelorkan seorang seniman dan tidak hanya pekerja seni saja?.

Henk Ngantung

Pasti. Ya, pasti akan lahir seniman. Tak harus di Pasar Seni saja, di kampung pun, dengan cara begitu pasti akan lahir seniman, walau itu tidak kita duga. Karena, sering perbuatan yang kita lakukan dan bersifat baik itu akan menelorkan sesuatu yang baik. Satu hal lain yang perlu dipikirkan adalah, dengan membuat suatu tempat penampungan anak-anak, maksud saya kegiatan anak-anak. Kita tahu bahwa Pasar Seni selalu dikunjungi oleh orang-orang/keluarga berikut anak-anak mereka. Bagaimana menciptakan suatu tempat yang bisa menarik aspirasi dan inspirasi anak-anak. Misalnya dengan membuat ruang boneka yang bisa mengucurkan air, yang bisa di minum oleh anak. Nah, coba pikirkan itu, yang lucu-lucu dan yang masih harmoni dengan lingkungan, warna-warna yang menarik, dll. Buatlah tradisi tradisi yang menarik.

Waluyo

Ada beberapa pendapat tentang kesenimanan seseorang yang hidup di kalangan pasar. Kami sebut saja Pasar Seni. Bagi yang sudah mandiri kemudian mereka menceburkan diri ke Pasar Seni. Apakah hal ini akan mempengaruhi kemandiriannya, atau juga akan bisa mempengaruhi kehidupan Pasar Seni itu sendiri?.

Henk Ngantung

Kalau dia itu tokoh, saya kira dia akan mengangkat wibawa Pasar Seni. Dia bukannya akan tenggelam karena Ia toh seorang tokoh. Saya kira hal ini tidak perlu dirisaukan. Seperti misalnya kita lihat pada, obor. Obor itu di tempat gelap akan menerangi. Jadi, mendatangkan tokoh-tokoh seniman secara berkala atau periodik, saya sambut dengan baik.

Amrus

Ada sementara pendapat, di Pasar Seni tidak akan lahir seorang seniman murni. Karena seniman Pasar Seni punya dasar pencipta karya untuk di beli orang banyak. Dengan harga murah, dan kualitas di atas lukisan Taman Untung Suropati. Karena, bagaimana mungkin la akan mencipta karya seni yang bermutu tinggi jika para pembelinya hanya mampu membeli dengan harga sekitar duapuluh sampai tigapuluh ribu atau yah, paling top seratus ribu rupiah.

Berdasarkan inilah maka, menurut anggapan sementara orang, tak akan lahir seni berkualitas tinggi atau seniman yang bermutu. Jadi, untuk tingkat seni yang eksklusif, kenyataannya kecil. Walau ada anjuran agar seniman Pasar Seni harus mencipta karya yang bermutu baik dan bisa mudah terjual. Kendati di Pasar Seni ada pemimpin-pemimpin di Pasar Seni yang cukup mengerti tentang seni lukis cuma penggarapan ke sana kita itu memang kurang karena sikap ketokohannya memang kurang. Bagaimanakah menurut Pak Henk Ngantung?.

Henk Ngantung

Kembali seperti apa yang tadi saya katakan, kita perlu pada Opset Pasar Seni. Dari apa yang saya dengar atau uraian saudara, sepertinya ada rasa keterbatasan, keterbatasan gerak, keterbatasan komunikasi. Untuk mengatasinya, jelas perlu dimusyawarahkan bersama di antara seluruh pembina dan pimpinan, tentang berbagai aspek yang menjadi persoalan baku di Pasar Seni. Menyangkut Pasar Seni secara menyeluruh, saya berharap agar tidak terjadi di sini semacam kongkirensi atau group-group. Bahwasanya masyarakat mempunyal lingkungan favorit sendiri-sendiri itu wajar. Tanpa adanya masyarakat seperti yang sekarang kita lihat bersama, maka kita pun tak mungkin bisa melihat kondisi pasar seni seperti ini. Di sinilah kita rasakan betapa pentingnya suatu sikap kebersamaan dan kesatuan, tak seperti pada masa lampau di mana seniman itu di golong-golongkan, di kotak-kotakan ke dalam/secara politis, jangan seperti itu terulang kembali, tetapi hal tersebut justru bisa kita jadikan pelajaran berharga.

Harijadi

Pasa saat itu, jika kita atau kami hendak menjual lukisan dan masuk ke halaman orang Belanda, mereka bilang, Nel saya tidak bell lukisan, ya Jangan jual lukisan di sini. Wah itu rasanya sakit betul Dan kalau sekarang orang menenteng lukisan masuk ke halamanan orang itulah gambaran kami pada masa duu. Jadi saya rasa senior-senior ini pada masa lampau hidupnya tidak sebegitu mudah. Kalau pada saat itu Pak Henk Ngantung bekerja di depan, dan Pak Darso bekerja di belakang. maka di belakangnya pak Darso itulah saya sendiri. Di perusahaan Belanda yang namanya Venture Artistik jadi begitulah. Nah Sekarang ini sudah jaman kita, jadi kita sendirilah yang harus mencari jalan untuk bisa sama-sama maju.

Ada kasus menarik, sebagai salah satu contoh yang bisa dijadikan dasar pemikiran pengembangan pada aspek pengamanan lingkungan d Ancol, saya pernah mendengar, ada seorang ibu kecopetan uangnya di Ancol sebanyak seratus dua puluh ribu. Uang tersebut, katanya bakal la pakai untuk belanja benda seni di Ancol. Nah, masalah ini kan perlu kita musyawarahkan pula di sini, bagaimana enaknya, tentu saja sebagai orang dalam di Ancol yang harus tanggap terhadap situasi keamanan Iingkungan di Ancol. Untuk itulah harus ada pemikiran, dan tidak boleh misalnya kita lantas main hakim sendiri, pencopet kita pegang dan kita pukul. Nah, ini kan harus dipecahkan, misalnya harus dibentuk suatu team keamanan tersendiri. Jika hal ini tidak kita pecahkan, mungkin seperti saya, atau Bu HENK NGANTUNG tidak bakal datang di sini, sebab nanti kuatir tasnya akan di slet, dan jelas itu rugi, kendati di dalam tasnya Itu ada isinya atau tidak. Dan, masih banyak lagi kasus kasus yang perlu menjadi pemikiran kita bersama Inilah 'ruwet renteng yang perlu kita pikirkan bersama.

Suluh Darmadji

Dengan berkumpulnya bapak-bapak, yang penuh dengan pengalaman masa lampau bahkan pada jaman sebelum perang (kemerdekaan?) kami ingin justru mendapatkan bahan-bahan yang lebih banyak menyangkut, misalnya.

1. Tentang tujuan Pasar Seni yang lama, dan yang baru. Di mana pada jaman dulu, Pasar Seni di upaya untuk mencari pendekatan dengan konsumen secara langsung dengan seniman.

2. Memperluas apreasiasi seni di kalangan masyarakat. 3. Bahwa Pasar Seni merupakan unsur Pariwisata untuk rekreasi apalagi di tambah pidato Pak CIPUTRA pada saat pembukaan Pasar Seni, di mana diinginkan Pasar Seni ini merupakan suatu kombinasi dari kehidupan 'Seniman Senen pada masa lampau. Kita-kita yang muda ini tidak pernah tahu, kehidupan Seniman Senen pada masa lampau itu bagaimana. Kemudian ingin dicampurkan lagi dengan kehidupan dari Princen-Park yang kita tahu adalah Lokasari pada saat sekarang. Apalagi ingin digabungkan dengan Pasar Gambir, di gabungkan lagi dengan unsur kaki lima.

Kalau kita sudah kumpul seperti sekarang ini Pak Harijadi dan bapak-bapak yang lain, saya rasa alangkah baiknya jika ide-ide yang sudah tercetus, ide-ide yang sudah dilontarkan ke komunitas ini, ide-idenya kita coba isi sendiri. Karena kita tahu, diantara kita ada yang lahir tahun 1940an (saya sendiri lahir tahun 1942). Karena disini ada Pak Henk, Pak Harijadi, Pak Kus, mungkin dengan pengalaman masa lalu ditambah kita-kita dan ide yang telah/akan kita wujudkan di Pasar Seni ini, kita bisa berangkat dengan bertolak pangkal dari semua yang telah berpengalaman.

Nah, ini kiranya yang bisa saya lontarkan, agar bisa mendapat perhatian dari bapak-bapak sekalian.

Harijadi

Pasar Seni yang sekarang ini kira-kira yang sama dengan Pasar Gambir yang dulu itu. Hanya kira-kira bedanya. Pasar Gambir dulu di buat dengan bahan yang semi permanen, dan tentu berubah arsitekturnya dari tahun ke tahun. Pengisian di dalamnya, kira-kira sama atau tidak jauh dari kita-kita sekarang Dan kita sekarang lebih maju lagi. Kalau kita pergi ke Princen Park, pergi ke Senen, seniman-seniman Senen itu juga kayak kita-kita. Hanya kita sekarang kita ini jauh lebih maju, karena kita semua ini sekarang telah diberi berbagai fasilitas dari bapak Gubernur (Ali Sadikin, Pak Cokropranolo, R. Suprapto) Tetapi kalau kita tidak hati-hati, kita juga akan jerenteng seperti dulu di Princen Park, di Gambir, atau di Senen. Jadi, kita mesti kembalikan pada kemauan kita, harus lebih maju lagi, agar kita tidak rusak.

Bagaimana rusaknya Princen Park?. Princen Park tidak pakal kontrol sehingga karenanya sempat dijadikan pusat bajingan, pencopet. pelacur, dan segala apa yang bisa disebut sebagai mafia. Ini dulu, di mana saya turut berjoget, turut joget, dengan di depan saya ada radio (yang ada pesidennya) ada orang perempuannya itu.

Kembali kepada kita di sini, yang tadi ada persoalan, bagaimana bisa mendatangkan konsumen, tidak akan bisa sebelum kita bisa mengetahui di mana dan bagaimana seharusnya pendapatan mereka. Inilah kontrol terhadap kita sendiri, menghilangkan soal-soal yang tadi itu. Jadi mesti kita pikir lagi bagaimana mempertemukan antara konsumen dengan produsen, harus kita olah lagi bagaimana kita membuat programing. Kita harus melihat diri sendiri dalam hal melayani para konsumen. Dengan diplomasi yang baik, dengan pakaian sopan, dll kalau kita tidak memakai cara begini introspeksi, maka kita akan di jenreting seperti halnya pada Seniman Senen pada masa lampau. Nah, di sinilah pentingnya ide pak Suluh tadi, yakni mengetahui perkembangan sejarah Pasar Seni masa lampau itu apakah di Senen, Gambir, Princen Park, Ide Pak Suluh itu bagus, sehingga kita bisa retrospeksi. Jadi, ide Pak Suluh untuk memperbandingkan antara bentuk pasar lama dan sekarang ini, itu merupakan suatu yang baik sekali dan perlu di tanggapi benar-benar. Jika ingin berhasil, kalau perlu harus diteliti secara laboratories, agar segala-galanya menjadi lebih matang dan sempurna. Misalnya dengan sistim percobaan, pertama, kedua ketiga, keempat, dan seterusnya Saya kira ini amat berharga. Sebab apa? Sekarang ini kita baru dalam taraf belajar berjualan, jadi belum sampai pada taraf berdagang. Yang baru bisa kita jual tiap hari, barulah tenaga. Jika demikian terus Qual tenaga) sampai tuek dengkek (tua renta) ya hanya akan seperti inilah kondisi kita. Nah, sekarang bagaimana mencari cara, agar kita sampal tuek dengkek tidak hanya seperti ini saja.

Nah, saya ada ide, bagaimana kita, mulai dari Ancol ini mempersatukan seniman seniman di seluruh Indonesia, supaya kita tidak diperalat oleh pihak-pihak yang bisa merugikan seniman. Dengan adanya persatuan kita bisa mendapatkan tata hukum, semisal PWI. Terus terang, selama ini kita belum memiliki suatu lembaga atau apa yang bisa membela seniman. Jadi, tata hukum itu nanti bisa kita jadikan pegangan kekuatan. dalam berbagai hal atau permasalahan yang timbul di kalangan seniman.

Pada tahun ketiga Pasar Seni ternyata aktifitas tidak cukup banyak. Apa kita ini sudah lemes, apa kita pegel-pegel atau ide kita sudah hilang tak tahulah. Jika kita sering mengadakan pertemuan semacam ini maka kita akan bisa mendapatkan stroom yang baru

Pak Kusnadi

Dalam hal meningkatkan pribadi masing-masing dalam seni supaya gallery ini diproduktifkan dengan

1. Pameran bersama seperti yang sudah terjadi

2. Pameran individualitas dari para seniman dalam seni kerajinan seni kreatif atau seni murni, secara berganti-ganti mengisi galeri ini untuk kemudian kita nilai dan kita kritik secara membangun.

Jadi andai hal ini dilakukan, maka seperti saya lihat kios-kios yang kecil dan berdesak-desak itu saya kira mengurangi nilai. Saya ambil contoh pada saudara INDROS, itu kan sudah cukup karyanya. Kemudian, pengunjung yang memiliki wawasan seni kita minta pendapatnya secara tertulis, pendek saja.

Agar daya banding itu kuat, di minta seniman di luar pasar seni untuk berpameran di Pasar Seni Maalnya si A, B, C. D. dan lain-lain, apakah itu dari Jakarta atau dari daerah lain. Dengan demikian inilah maka, Pasar Seni akan merupakan pusat kesenian di samping untuk tempat tinggal (iting)

Kemudian juga mengenal diskusi, bisa diadakan secara berganti-ganti apakah itu dari pusat kesenian di Bandung, Jakarta, Jogyakarta, Surabaya dan Bali. Kalau ada pelukis yang pameran, di ampirkan ke Ancol di suruh omong-omong. Bukan berarti ini akan menenggelamkan saudara dalam diskusi. Tapi melihat pameran itu tepat dan produktif, untuk menyusun kreatifitas.

Saya ingin cerita, mengenai Pasar Seni di Mexico (Meksiko). Pasar seni di sana, itu lebih kecil dari sini. Tetapi beberapa senimannya di bidang patung hebat sekali. Seni patungnya kecil-kecil, tapi pantas masuk suatu galery. Ini bisa menjadi dorongan bagi saudara-saudara, bahwa di beberapa negeri itu ada dan memiliki spesialisasi masing-masing yang kita bisa belajar. Di Paris yang terkenal memiliki kekayaan dalam senirupa, ada pula seni yang rendah mutunya. Dalam arti negatif seni komersil namanya. Jadi di Paris pun banyak seni yang rendah dan jelek mutunya. Oleh sebab itu yang penting kita maju dan mau belajar dari mana saja yang baik. Dan jangan lupa dari lingkaran sendiri. Untuk yang terakhir saya harapkan, kendati tiap-tiap kios penuh sesak dengan karya masing-masing agar kiranya displaynya bisa disempurnakan.

Vlug

Sangat disayangkan bahwa selama tiga tahun, kita belum siap. Padahal persiapan atau program itu penting. Kemudian, promosi. Kemudian, dana. Di antara kita kebanyakan lemah, kendati secara fisik kita sering kelihatan mentereng, tapi itu hanya untuk kamuflase saja

Jadi dalam hal ini kita bisa merintis, dengan membuat atau membentuk BANK Seniman, kalau perlu tidak untuk seniman Pasar Seni saja melainkan untuk seluruh seniman yang ada. Saya kira ini cukup kuat dan memiliki relasi. Kita bisa mempercayai pada PT. Jaya, karena toh PT Jaya punya respon di mata masyarakat luar.

Jadi dalam hal melangkah untuk lebih maju ini, kita perlu menekankan pentingnya. Persiapan, Program, Promosi, dan Dana.

Harijadi

Seperti yang baru saja dikatakan saudara Vlug. kita memang membutuhkan kreditur atau Bank. Sebab, dari segi bonafide, kita sangat lemah. Kita tahu, selama ini artis tersebut tidak punya bonafide di bank, tidak ada. Orang-orang memiliki gambar sebuah gudang. bagus sekali, kata Bank saja, mau dijual kuintal atau semacamnya. Nah, inilah kerugiannya. Jadi memang kita tergolong manusia yang kurang bonafid, bahkan tidak ada. Makanya kita harus mencari cara, agar mendapat kepercayaan dari pihak lain untuk mendapatkan subsidi.

Sebagai seniman, kita harus bisa menjadi konsultan bagi diri kita sendiri, bisa membantu diri kita sendiri, dengan cara mengupgrade diri kita, dengan belajar dan belajar, hingga kita bisa menguasai cabang-cabang seni kita ini. Mulai dari seni lukis, arsitektur, dan lain sebagainya. Untuk itu kita perlu mengumpulkan teman-teman yang bisa dijadikan asisten untuk memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan kesenian kita

Yaya

Saya ingin memberitahu kepada bapak-bapak yang dari luar Pasar Seni bahwa kegiatan-kegiatan yang positif di Pasar Senl, yaitu selain menggambar di sini, sering pula mengadakan kegiatan seperti skets bersama-sama, melukis bersama-sama, keluar. Kita memang tidak bisa meninggalkan peranan dari kantor selaku donatur, yang menyumbang alat-alat itu. Tradisi ini akan kita teruskan, dengan melakukannya tiap-tiap bulan. Selain itu juga, kita di sini melaksanakan perlombaan melukis tiap-tiap bulan. Gratis tanpa dipungut biaya, dan diberikan hadiah sebagai stimulan. Selain itu, kami akan mengadakan perkuliahan dengan mengundang beberapa senior yang dapat memberikan penjelasan atau bimbingan.

Dengan adanya gallery, yang telah di pakai pameran oleh misalnya Pak Sudjojono, pak Henk, dll, itulah segi-segi yang positif dari Pasar Seni Ancol, yang bisa kita lihat bersama/ketahul bersama. Itulah kira-kira, kegiatan yang telah kita lakukan selama ini, dan yang akan terus kita lakukan di Pasar Seni ini, selain kita mesti jual gambar untuk keperluan dapur.

Pasar Seni 17 Maret 1981

Editor: Sri Warso Wahono

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun