Mohon tunggu...
Ipon Semesta
Ipon Semesta Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Seniman. Melukis dan Menulis. Mantan Jurnalis Seni dan Budaya. Ketua PERSEGI (Persaudaraan Seniman Gambar Indonesia)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pasar Seni Ancol, Sarana Peningkatan Perdagangan Seni dan Pengembangan Mutu Kreativitas

14 September 2024   08:56 Diperbarui: 14 September 2024   08:58 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

--------------------------------

PASAR SENI ANCOL SEBAGAI SARANA PENINGKATAN PERDAGANGAN SENI DAN PENGEMBANGAN MUTU KREATIVITAS

Oleh: Henk Ngantung

PENGEMBANGAN Pasar Seri Ancol bisa meliputi berbagai aspek penting. Sarana fisiknya yaitu pasar tempat di mana para senimannya berkarya, pengembangan mutu karya oleh senimannya, bagaimana cara pemasaran benda seni di sana harus ditangani, peningkatan sikap dan pribadi senioritas, peningkatan segi komunikasinya dan lain-lainnya. Semua aspek penting itu perlu diperhatikan dengan seksama agar tercapai suatu tahap yang dinginkan bersama yakni Pasar Seni Ancol yang memiliki perspektif luas dan positif di mata masyarakat Indonesia dan masyarakat internasional. Dalam rangka inilah oleh pihak Pasar Seni Ancol khususnya diminta pendapatnya yakni dari Bapak HENK NGANTUNG untuk berbicara mengenai masalah-masalah yang berkatan dengan pengembangan Pasar Seri Ancol di tinjau dari berbagai aspek. Di bawah ini adalah tangkapan atas rekaman kaset wawancara dengannya serta berbagai tanggapan dari seniman seniman lain atas pembicaranya.

Herk Ngantung

Sebelumnya, bahwa di salah satu sudut Proyek Ancol terdapat seniman-seniman yang menjual benda seni secara murah. Lalu terpikir oleh pimpinan, agar baik diwadahkan ke dalam kompleks supaya tertib, rapih dan indah. Tapi dalam perkembangannya, setelah saudara-saudara mengalami komunikasi dengan maryarakat kompleks itu dikembangkan.

Batas-batasnya agar dikendorkan, saya sarankan namanya lain, Taman Seni atau apa yang mungkin ini akan memberi pengaruh terhadap masyarakat. Karena, nama jelas merupakan hal yang baku dan perlu di pertaruhkan kemudian selain di situ ada seniman-seniman yang telah nyerempet nyerempet senior semisal AMRUS, WAKIJAN yang tentunya akan bisa menambah samaraknya suasana Pasar Seni/Taman Seni. Dan kalau mengenai senioritas, jelas tidak merupakan jarminan harga karya seni jika hal ini di pasang di pasar seni. Umumnya masyarakat menghendaki harga yang murah, atau kalau peru minta di sumbang. Padahal jelas, bahwa harga lukisan tidak merupakan suatu foktor penentu mutu. Tapi dalam hal inilah kita justru peru memperhitungka segi logika masyarakat yang bersifat konsumti itu. Memperoleh lukisan yang bermutu seni dengan keluar uang yang tidak besar atau murah. Saya kira Sudjojono, Affandi, juga akan berskap begitu. Artinya tidak mau rugi.

Jadi dalam hal ini ada semacam anggapan bahwa dengan telah dimilikinya satu lukisan yang bermutu tinggi dan dengan hanya membayar murah maka pembeli telah merasa menang. Nah justru dalam hal inilah seniman perlu memiliki taktik dalam pemasaran seni. Untuk itulah maka saya harapkan Pasar Seri Ancol perlu memikirkan suatu taktik pemasaran. Bagaimana caranya agar relasi semakin meningkat misalnya mencari pemasaran di Hongkong, Singapura. Karena saya pernah dengar, ada pelukis-pelukis yang belum begitu hebat dan ternama telah memila hubungan dagang secara teratur dengan Singapura, Hongkong dan sebagainya. Tapi siapa orangnya, saya lupa kendati saya pernah dhubungi olehnya. Jadi saya kira, Pasar Seri Ancol perlu mencari jalan agar mendapat pasar di Singapura, Hongkong dll. Jadi tidak hanya pemasaran di lingkungan yang terbatas Pasar Seri Ancol harus bisa ekspansi ke luar, misalnya dengan menjual ukiran, dan berbagai benda seni lainnya. Kita tidak boleh terikat hanya menanti pengunjung di sini saja, dalam segi pemasaran ini. Apa boien buat jika nanti terus menjadi semacam pabrik.

Amrus

Saya pernah melihat di CIANJUR, banyak diperdagangkan lukisan lukisan di pinggir jalan seperti di Taman Suropati. Mereka menjual dengan cara gulungan. Mereka tawarkan di hotel di rumah makan pada tamu-tamu. Ternyata peminatnya cukup besar. Orang Jepang orang Hongkong. Orang kalau beli lukisan diborong semua. Harganya ada yang lima ribu enam atau tujuh ribu rupiah. Dan itu ukurannya besar-besar. Tapi ya bahan yang dipakai umumnya cat cetakan. Dan proses pembuatannya (seperti ketika saya pernah lihat) memang telah seperti mesin betul betul. Perahu laut, semua dikerjakan bagai cara kerja mesin. Pelukisnya memproses karya di pabriknya, sedangkan para calo datang dan dialah yang memasarkannya. Dus-dusan jumlahnya, la jual ke calo empat ribu rupiah sebuah.

Henk Ngantung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun