Mohon tunggu...
Ipa Selfia
Ipa Selfia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta Program Studi Hukum Keluarga Islam Berdomisili di Grobogan Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku Kewarisan Perempuan di Negara Muslim Moderen Karya Sidik, M.Ag.

7 Maret 2023   21:59 Diperbarui: 7 Maret 2023   22:26 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebijakan hukum keluarga di indonesia, khusunya yang berlaku bagi umat islam, pada dasarnya telah berlaku sejak priode munculnya kerajaan-kerajaan islam di nusantara. Setidaknya aturan-aturan sekitar perkawinan,perceraian dan waris dilakukan berdasarkan ketentuan islam. Bahkan karena telah berakar dalam praktik hukum masyarakat, ketentuan hukum islam itu tetap dipertahankan pada masa awal hadirnya kolonial belanda ke indonesia.

Selain itu, Belanda juga mencoba membuat Ordonansi di bidang perkawinan pada tahun 1937. Ordonansi ini di antaranya mengatur tentang asas monogami dan pencatatan perkawinan. Ordonansi ini didukung oleh kalangan perempuan Poetri Boedi Sejati dan Serikat Kaoem Ibu Soematera(nasionalis). Sebaliknya ditolak untuk kalangan perempuan yang berafiliasi dibawah ormas islam. Akibat penolakan yang terus bermunculan baik dari tradisionalis maupun modernis, maka upaya ini kemudian dihentikan.

Point ketiga: Ketentuan kewarisan perempuan di Indonesia pada Era Modern sampai saat ini, indonesia belum memiliki aturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur kewarisan. Ketentuan tentang kewarisan sejauh ini baru diatur dalam Komplikasi Hukum Islam(KHI). 

KHI ini merupakan komplikasi hukum islam yang diserap dari berbagai rujukan kitab fiqih klasik yang dipandang representatif yang disusun sebagai rujukan hakim di lingkungan Pradilan Agama. KHI terdiri atas tiga buku yaitu: Buku I tentang perkawinan, Buku II tentang kewarisan, dan Buku III tentang perwakafan. Khusus tentang kewarisan diatur dalam 23 pasal, mulai pasal 171-214, dan terdiri dari enam bab.

Adapun rimcian secara garis besar ketentuan tentang kewarisan di dalam KHI tersebut sebagai berikut ini: BAB I tentang ketentuan, BAB II tentang ahli waris, BAB III tentang besarnya bagian, BAB IV tentang Aul dan Radd, BAB V tentang wasiat, BAB VI tentang Hibah.

Point keempat: Sedangkan dasar hukum kewarisan perempuan dalam KHI tidak secara eksplisit mendeskrispsikan dasar hukum yang terkait kewarisan perempuan. Namun dari substansi-substansi aturan yang dimuatnya semisal ketentuan bagian ahli waris, pengkelompokan ahli waris, penahanan pokok harta, ahli waris pengganti, wasiat wajibah, hal-hal yang administratif dan sebagainya.

Maka dapat disimpulkan bahwa ketentuan kewarisan yang dalam hal tertentu berkaitan dengan perempuan di dalam KHI berdasarkan pada ketentuan Q.s An-Nisa': ayat 7,11.12 dan 176 , hadis-hadis tentang ahli waris perempuan, dan ijtihad ulama' khusunya ulama indonesia dengan pertimbangan adat istiadat(urf) dan maslahah al-mursalah. Semua itu tujuanya untuk kemaslahatan dan keadilan di dalam pembagian waris khusunya bagi perempuan dalam konteks indonesia.

Point kelima: Kelompok waris perempuan sebagaimana telah dikemukakan diatas, berdasarkan ketentuan pasal 174 terlihat waris perempuan menurut KHI terdiri dari: ibu, anak perempuan,saudara perempuan, nenek dan istri. Secara lebih rinci ketentuan tentang kelompok ahli waris dan bagianya di dalam KHI diatur pada pasal 176-182 (ahli waris utama), pasal 185(ahli waris pengganti) dan 191(baitul mal).

5. Kewarisan Perempuan Di Somalia Pada Era Modern

Point pertama: Umat Islam di Somalia berjumlah hampir 99 persen dari pendudukan yang berjumlah sekitar delapan hingga sepuluh juta jiwa. Selama abad ke-19 dan abad ke-20, Somalia berada dalam posisi defensif dijajah oleh Inggris,Prancis,Itali, dan Kaisar Menelik dari Abesinia. Pihak kolonial Inggris dan Italia ketika mendominasi negeri ini telah melakukan upaya weternisasi hukum kecuali hukum keluarga islam.

Muslim Somalia secara umum menganut mazhab Syafi'iyah, khususnya dalam hal yang terkait dengan hukum keluarga. Namun begitu, di dalam masyarakat, hukum adat afrika masih memiliki pengaruh yang kuat. Bahkan dalam kadar tertentu hukum adat itu dapat menggantikan penerapan hukum islam, Khususnya di bidang kewarisan. Pada tahun 1960, Somalia tercatat sebagai negara yang merdeka. Pada tahun 1969, setelah revolusi sosial, partai komunis memegang tampuk kekuasaan. Saat itu, hukum islam dan hal-hal yang bersifat keagamaan semakin dibatasi. Di samping itu muncul pula upaya-upaya untuk unfikasi hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun