Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Agama Hindu dan Hari Raya Nyepi

2 Maret 2022   16:32 Diperbarui: 3 Maret 2022   08:03 1521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

HARI NYEPI

 Hari raya Nyepi , berasal dari kata sepi. Kata sepi di sini mengandung arti hening, senyi-senyap, "sipeng". Hari Nyepi dirayakan pada tanggal 1 bulan ke 10 Caka, atau dengan sebutan lain "Penanggalan Apisan Sasih Kedasa". Ketika merayakan hari raya nyepi itu, umat Hindu di Bali mem peroleh pembelajaran untuk mengendalikan diri dengan cara tidak be[1]pergian, tidak beraktivitas/bekerja, berpuasa (tidak makan dan minum), tidak melakukan aktivitas yang dapat mencemarkan badan. Pengendalian diri ini dilakukan dengan cara mengadakan catur brata penyepian. Dengan melaksanakan catur brata penyepian ini, umat Hindu di Bali bisa konsentrasi atau fokus dengan tenang dan khusuk untuk kembali ke jati diri, yang ditempuh dengan cara meditasi, shamadi, perenungan diri sendiri di suasana yang sunyi-senyap atau "keheningan". Catur Brata penyepian (pengendalian diri) dilaksanakan selama 24 jam, yakni sehari setelah Tilem Sasih Kasanga (Tilem Kasanga), tepatnya pada paroh terang pertama masa kesepuluh/panaggal sasih kadasa.

Pelaksanaan catur brata penyepian itu mulai pukul 05.00 sampai pukul 05.00 besok pagi harinya, dengan melakukan hal-hal sebagai berikut.

  • Amati geni Dalam bahasa Bali, geni artinya api. Dengan demikian, amati geni berarti tidak menyalakan api atau lampu dan tidak boleh me[1]ngumbar/mengobarkan hawa nafsu.
  •   Amati karya Kata karya diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti kerja. Amati karya berarti tidak melakukan kerja/kegiatan fisik, tidak ber[1]setubuh, melainkan tekun melakukan penyucian rohani.
  •  Amati lelungan Kata lelungan berasal dari bahasa Bali, yakni dari akar kata lunga yang berarti pergi. Oleh karena itu, amati lelungan mengandung arti tidak berpergian kemana-mana, melainkan senantiasa mawas diri di rumah serta melakukan pemusatan pikiran ke hadapan Tuhan, dalam berbagai prabawa-Nya (perwujudan-Nya) yang telah disemayamkan di dalam organ-organ manusia sepeti telah disebutkan di atas.
  •  Amati lelanguan Kata lelanguan juga termasuk bahasa Bali, yakni berasal dari kata langu yang berarti hiburan atau rekreasi. Dengan demikian, amati  lelanguan berarti tidak mengadakan hiburan/rekreasi atau bersenang[1]senang, termasuk tidak makan dan tidak minum.

Pada Hari Raya Nyepi, suasana di Bali sepanjang hari menjadi sunyi-senyap, dan pada malam harinya gelap gulita. Tidak ada orang yang lalu lalang, semua orang tinggal di rumahnya masing-masing menjalani brata penyepian sampai menjelang matahari terbit besok hari[1]nya, tepatnya pada hari mulai Ngembak Geni.

Pada Hari Raya Nyepi umat Hindu secara rohaniah menghentikan gerak tubuhnya yang dibentuk oleh unsur-unsur panca maha bhuta dan menginginkan pikiran untuk dapat menerima petunjuk-petunjuk atau ilham-ilham dari Ida Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga pada hari berikutnya dapat berpikir, berkata, dan berbuat baik sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Tri Kaya Parisuda, yang meliputi (1) manacika berpikir yang baik, (2) wacika berkata yang baik dan benar, (3) kayika, artinya berbuat yang baik. Fungsi Hari Raya Nyepi menjadi momentum yang sangat penting artinya, karena apa yang telah dirasakan, diperbuat, dan dialami pada tahun sebelumnya diingat, direnungkan, dan dipertimbangkan kembali pada Hari Raya Nyepi. 

Dari sini umat Hindu dapat mengetahui kelebihannya, kekurangannya, dan kesalahanya serta rencana-rencana yang perlu dilaksa-nakan di masa-masa mendatang. Dengan adanya kesadaran atas segala kesalahan yang pernah dirasakan, dialami, atau dan dilakukan maka pada Hari Ngembak Geni, besok harinya, tiba kesempatan untuk saling memaafkan.

NGEMBAK GENI 

Sehari setelah NYepi, adalah hari Ngembak Geni yang dirayakan pinanggal ping kalih (tanggal 2) Sasih Kadasa (bulan X), yaitu pada ini Tahun Caka ini memasuki hari kedua. Hari Ngembak Geni ini mengandung makna telah berakhirnya catur brata penyepian. Pada hari ngembak geni seluruh umat Hindu  bersuka ria  dengan melaksanakan acara saling mengunjungi keluarga/kerabat, teman dekat, teman seprofesi, dan yang lainnya. Esensinya adalah saling memaafkan, semoga di tahun baru ada harapan baru dan semangat kekeluargaan untuk melangkah lebih maju.

Pada Hari Ngembak Geni umat Hindu memohon maaf atas kesalahannya dan memaafkan kesalahan orang lain yang dialami pada tahun sebelumnya. Melalui kesempatan itu tercipta hubungan keseimbangan dan keselarasan yang berlandaskan kemanusiaan. Selain itu, pada waktu hari Ngembak Geni secara psikologis dirasakan memperoleh kekuatan baru untuk mengisi lembaran hidup baru. Hal ini dapat mem[1]berikan sumbangan untuk mencapai keseimbangan atau keharmonisan sistem kehidupan masyarakat yang beragama Hindu khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya. Di beberapa daerah di Pulau Bali ada yang memiliki atraksi-atraksi yang sudah mentradisi sejak dahulu kala, secara khusus hanya dipertunjukkan atau digelar pada Hari Ngembak Gni. Misalnya, pertama di Banjar Kaja, Desa Adat Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar melaksanakan ritual, yaitu suatu pertunjukan yang disebut dengan nama omed-omedan. Jadi, ritual omed-omed ini yang hanya ada di desa tersebut hanya bisa disaksikan setahun sekali, yaitu sehari setelah Hari Raya Nyepi.

 Yang terlibat dalam pelaksanaan tradisi mebuug-buugan ini adalah 1000 orang dari enam Desa Adat Kedonganan Kecamatan Kuta Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Mereka melakukannya di hutan mangrove di sebelah timur dengan cara memolesi diri dengan lumpur sebagai tanda raga dan jiwa yang masih kotor. 

Setelah semuanya memolesi dirinya dengan lumpur, mereka mengitari Desa Adat Kedonganan menuju ke barat atau membersihkan diri ke Pantai Pemeliasan. Makna lumpur ini yang berada di timur adalah ibarat keburukan, sehingga untuk ritual pembersihannya, mereka menuju ke barat. Jadi, makna yang terkandung dalam tradisi mebuug-buugan ini, yaitu lumpur diumpamakan sebagai perlambang keburukan yang dibuat, kemudian masyarakat setempat menutupnya atau membasuh keburukan untuk ke dapannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun