Harga kedelai meningkat. Para pengerajin  tempe dan tahu mogok  menuntut  untuk diturunkan harganya. Artinya  subsidi  perlu  dikucurkan untuk pengadaan kedelai agar masyarakat tetap bisa membeli tahu dan tempe dengan harga murah.
Memang lingkaran permasalahannya agak rumit diselesaikan, sehingga  perlu hati-hati. Alasannya sederhana  tempe dan tahu menjadi kebutuhan gizi rakyat yang murah dan mudah didapat. Masuk akal memang  kalau disubsidi untuk memenuhi protein rakyat kebanyakan, sehingga kebutuhan gizinya terpenuhi, sehingga rakyat menjadi sehat walafiat. Sebab ditengarai  belum banyak  ada subsidi untuk gizi masyarakat, seharusnya susu perlu disubsidi sehingga masyarakatnya bisa cerdas.
Permasalahan ini memang seperti mengurai benang kusut, mengapa negara kita yang subur tidak mampu swasembada kedalai? Dimana letak permasalahannya? Kalau memang import , mengapa masyarakat hanya berkutat pada tahu dan tempe saja?  Kalau kedelai hanya dibuat tahu dan tempe dengan kualitas konvesional, ya.... Tentu  harganya tetap saja murah.
 Tindakan untuk membuat tempe  menjadi mahal perlu digagas  kalau dia mengandung  bahan yang dapat mengatasi penyakit, artinya makan tempe langsung bisa berperan sebagai 'suplemen gizi', Langkah ini baru apdol, dan tentu perlu sentuhan bioteknologi maju.
Paling tidak ada dua persolan yang perlu diusulkan, pertama  Indonesia  "harus mampu  swasembada kedelai, sehingga kita tidak mengimport kedelai,lahan kita subur,  kenapa tidak  modernisasi penanaman kedelai, Insinyur  pertanian banyak, dan mereka semua pintar, mari diajak membangun negeri dengan produksi kedelai  didalam negeri.Â
Selama ini kedelai dianggap sector yang tidak kompetitif, para petani enggan untuk serius menekuni penanamn kedelai. Disini titik krusial untuk disubsidi oleh pemerintah, entah teknologi, para akademisi dan pengolahan pasca panan yang memiliki nilai tambah yang tinggi.
Perlu diketahui bahwa, Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor kedelai sepanjang semester-IÂ tahun 2020 mencapai 1,27 juta ton atau sekitar Rp7,52 triliun. Dari total impor tersebut, sebanyak 1,14 juta ton atau 95 persen di antaranya berasal dari AS. Menurut BPS kebutuhan kedelai secara nasional saat ini mencapai 2,8 juta ton per tahun sementara produksi dalam negeri kurang dari 1 juta ton atau hanya 800 ribu ton per tahu. Oleh karena itu ketika di negara produsen mengalami gangguan, baik produksi maupun harga maka Indonesia sebagai importir produk tersebut akan sangat terpengaruh (Merdeka.Com. Selasa, 19 Januari 2021)
Kedua,  produksi tempe harus menghasilkan produk dengan kandungan senyawa bioaktif yang dapat mencegah dan menyembuhkan Beragam penyakit digeneratif. Tempe dapat berfungsi sebagai obat. Maka, dengan demikian harga tempe bisa meningkat , artinya  dibuat tempe dengan gizi yang bagus, sehingga nilai jualnya bertambah, akibatnya pengerajin tahu tempe akan mampu membeli kedelai yang harganya mahal.
Dalam tulisan ini  akan diulas tentang alternatif pembuatan tempe yang mengandung senyawa asam gamma  amino butirat (Gaba), senyawa ini sangat dibutuhkan untuk menjaga  kesehatan manusia , khususnya dapat mengobati stroke.
TempeÂ