Kedua (2), Minyak cengkeh adalah minyak atsiri, dan melihat potensi Desa Gitgit, Produksi minyak atsiri hanya berasal dari daun cengkeh dan daun nilam, belum diupayakan jenis lain, padahal di desa Gitgit dan sekitarnya merupakan wilayah yang kaya akan berbagai jenis tumbuhan yang berpotensi menghasilkan minyak atsiri, seperti: jahe, bunga kenanga, sirih, bunga cempaka, mawar dan lain-lain.
Ketiga (3), Produk yang dihasilkan selama ini kualitasnya masih rendah karena belum dilakukan pemurnian (redestilasi) sehingga harganya murah.
Perlakukan untuk meningkatkan mutu belum dilaksanakan, minyak atsiri yang dihasilkan mudah teroksidasi dan menguap, oleh karena itu dibutuhkan bahan antioksidan (counter oksidasi) yang representatif untuk mencegah penguapan dan oksidasi.
Keempat (4), Rendemen minyak atsiri yang dihasilkan masih relatif rendah, yaitu sebanyak 0,11%, sehingga perlu ditingkatkan dengan berbagai upaya dan teknik baru. Dibutuhkan upaya teknologi baru untuk meningkatkan rendemen yang dihasilkannya.
Kelima(5),Teknik pemasaran masih menggunakan cara konvensional, sehingga harga minyak cengkeh kerap dipermainkan oleh para tengkulak., karena kualitas yang dihasilkan belum standar.
Keenam (6), Belum ada terobosan diversifikasi untuk menghasilkan cindera mata yang berbasiskan minyak atsiri di obyek wisata desa Gitgit.
Ketujuh (7), Pengemasan yang belum menarik. Produk minyak  cengkeh  masih dijual sebagai bahan baku industry dalam bentuk ekstrak kasar dan dijual dalam jerigen, dan belum ada pengolahan lebih lanjut.
SELAYANG PANDANG TANAMAN CENGKEH
Cengkeh disebut Syzygium aromaticum adalah tanaman genus Syzygium dari keluarga Myrtaceae yang berasal dari Pulau Maluku Indonesia.
Tanaman ini diperkenalkan ke Provinsi Guangdong Cina dari Filipina pada 200 hingga 206 SM, dan digunakan di Mesir dan India sejak abad ke-1 dan ke-2.Â
Sejak abad ke-15, cengkeh disuplai ke negara-negara Eropa seperti Portugal (1500-an), Belanda (1600-an), Prancis (1700-an), dan Inggris (1792) oleh para pelaut Arab.