Mohon tunggu...
I Nyoman  Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

menulis sebagai pelayanan. Jurusan Kimia Undiksha, www.biokimiaedu.com, email: nyomanntika@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Keindahan Tanaman Cengkeh sebagai "Green Belt"

7 Juni 2020   23:43 Diperbarui: 8 Juni 2020   15:11 1503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pohon cengkeh yang menghijau di desa Gitgit menjadi semacam green belt, sabuk pengaman, Kota Singaraja.

Betapa tidak, Kota di Bali Utara itu, di sisi selatannya, merupakan wilayah perbukitan dengan kemiringan yang tajam. Maka, pohon cengkeh berfungsi menahan terjadinya erosi.

Bagi pembaca yang berkunjung ke Kota Singaraja, akan melintasi pandangan pepohonan cengkeh yang berarak sungguh mengasyikan, apalagi kini telah dibangun shortcut sehingga pemandangan sawah yang menghijau berpadu dengan laut biru di sisi utara, bisa dengan mudah dilihat dari jembatan short cut itu.

Sebagai desa dengan kemiringan tajam, Desa Gitgit, terletak di wilayah kecamatan Sukasada kabupaten Buleleng dan memiliki luas wilayah Desa: 12 Km2. Luas perkebunannya, sekitar 67 ha., 80 persen adalah kebun cengkeh, sedangkan yang lain adalah kopi. Di sela perkebunan itu banyak ditanam bunga-bunga, seperti kenanga, cempaka, dan juga sereh.

Pekerjaan penduduknya adalah petani dan peladang. Namun karena sumber bahan baku yang melimpah beberapa petani juga memiliki usaha penyulingan minyak cengkeh, yang diekstrak dari daun, bunga dan batang bunga cengkeh.

Desa Gitgit memiliki kawasan kebun cengkeh sejak zaman Belanda. Kemudian sekitar tahun 1980, usaha membuat penyulingan daun cengkeh mulai marak. Itu yang dilakukan pengusaha Jro Kayun di desa Gitgit, Desa Wisata di Kecamatan Sukasada kabupaten Buleleng. Lokasinya memang benar meliuk karena memang berada dalam kemiringan yang relatif tajam.

Pohon cengkeh menghijau menambah keindahan air terjun di desa Gitgit yang menjadi primadona pariwisata alam Kabupaten Buleleng, sebab Desa Gitgit adalah salah satu desa wisata yang digalakkan oleh pemda Buleleng

MINYAK CENGKEHNYA BISA DIAMBIL DARI DAUNNYA

Daun cengkeh sebagai limbah perkebunan kini banyak didestilasi atau disuling untuk mendapatkan minyak cengkehnya.

Daun cengkeh yang kelihatannya sebagai sampah ini, memiliki potensi yang tinggi sebagai penghasil minyak cengkeh.

Di desa Gitgit, sampah daun cengkeh itu masih memiliki nilai dengan harga Rp 2.000 per kilogram, sungguh menggiurkan petani cengkeh di saat berbagai musim tak menentu dan kerap membuat gagal panen cengkeh. Tidak dapat bunganya daun pun jadi.

Pengerajin minyak cengkeh dari daun memang kerap di datangkan dari tempat lain dari luar kabupaten Buleleng.

Jro Kayun, salah seorang penduduk di desa Gitgit hanya mampu memproduksi rata-rata 200-500 kg per hari destilasi minyak atsiri.

Kelompok pengerajin industri minyak cengkeh ini adalah salah satu model usaha yang masih memiliki banyak kendala, sehingga perlu dianalisis dan perlu dilakukan pembenahan.

Walaupun imbauan Pemda Buleleng untuk tidak mendestilasi daun cengkeh, imbauan itu tak di gubris. Banyak pengerajin tetap beroperasi dengan menyuling daun cengkeh dari kebunnya sendiri atau mendatangkan dari kabupaten lain di Bali.

Bupati Buleleng itu meminta masyarakat untuk tidak menyuling daun cengkeh itu, karena alasannya bila ketiadaan daun itu, pada areal tanaman cengkeh, memungkinkan berkembangnya jamur akar putih (JAP) yang membuat tanaman cengkeh yang sudah berbunga puluhan tahun bisa meranggas dan mati.

Sehingga, paling tidak, serangan jamur akar putih (JAP) masih menjadi momok mengerikan bagi petani cengkeh di Buleleng.

Sudah tercatat seluas 4.306 hektar lahan cengkeh yang tersebar di sembilan kecamatan di Buleleng, mengalami kerusakan ringan hingga berat akibat terserang JAP (bali.tribunnews.com/2019/06/17).

Dari data yang dihimpun di Dinas Pertanian Buleleng, jumlah lahan cengkeh yang ada di Bumi Panji Sakti (Buleleng) seluas 8.091 hektar. JAP pun dilaporkan telah merusak sebagian lahan tersebut hingga 53.22 persen.

Dokpri
Dokpri
BEBERAPA PERMASALAHAN PENGERAJIN MINYAK CENGKEH

Pertama(1), Aspek penggunaan sistem destilasi. Kelompok pengerajin/petani yang memproduksi minyak cengkeh masih menggunakan sistem destilasi yang konvensional, yaitu destilasi menggunakan uap air dan ekstraksi air (direbus)

Cara destilasi seperti ini sangat banyak membutuhkan air, sehingga limbahnya menimbulkan pencemaran sungai. Kondisi ini kerap menimbulkan keresahan masyarakat sekitarnya.

Kedua (2), Minyak cengkeh adalah minyak atsiri, dan melihat potensi Desa Gitgit, Produksi minyak atsiri hanya berasal dari daun cengkeh dan daun nilam, belum diupayakan jenis lain, padahal di desa Gitgit dan sekitarnya merupakan wilayah yang kaya akan berbagai jenis tumbuhan yang berpotensi menghasilkan minyak atsiri, seperti: jahe, bunga kenanga, sirih, bunga cempaka, mawar dan lain-lain.

Ketiga (3), Produk yang dihasilkan selama ini kualitasnya masih rendah karena belum dilakukan pemurnian (redestilasi) sehingga harganya murah.

Perlakukan untuk meningkatkan mutu belum dilaksanakan, minyak atsiri yang dihasilkan mudah teroksidasi dan menguap, oleh karena itu dibutuhkan bahan antioksidan (counter oksidasi) yang representatif untuk mencegah penguapan dan oksidasi.

Keempat (4), Rendemen minyak atsiri yang dihasilkan masih relatif rendah, yaitu sebanyak 0,11%, sehingga perlu ditingkatkan dengan berbagai upaya dan teknik baru. Dibutuhkan upaya teknologi baru untuk meningkatkan rendemen yang dihasilkannya.

Kelima(5),Teknik pemasaran masih menggunakan cara konvensional, sehingga harga minyak cengkeh kerap dipermainkan oleh para tengkulak., karena kualitas yang dihasilkan belum standar.

Keenam (6), Belum ada terobosan diversifikasi untuk menghasilkan cindera mata yang berbasiskan minyak atsiri di obyek wisata desa Gitgit.

Ketujuh (7), Pengemasan yang belum menarik. Produk minyak  cengkeh  masih dijual sebagai bahan baku industry dalam bentuk ekstrak kasar dan dijual dalam jerigen, dan belum ada pengolahan lebih lanjut.

SELAYANG PANDANG TANAMAN CENGKEH

Cengkeh disebut Syzygium aromaticum adalah tanaman genus Syzygium dari keluarga Myrtaceae yang berasal dari Pulau Maluku Indonesia.

Tanaman ini diperkenalkan ke Provinsi Guangdong Cina dari Filipina pada 200 hingga 206 SM, dan digunakan di Mesir dan India sejak abad ke-1 dan ke-2. 

Sejak abad ke-15, cengkeh disuplai ke negara-negara Eropa seperti Portugal (1500-an), Belanda (1600-an), Prancis (1700-an), dan Inggris (1792) oleh para pelaut Arab.

Saat ini, data statistik dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menunjukkan bahwa hampir semua produksi cengkeh terutama terkonsentrasi di Asia (74,0%) dan Afrika (26,0%), sedangkan negara kepulauan yang terletak di Samudra Pasifik dan sekitarnya dan Amerika Latin kurang dari 1,0%.

KANDUNGAN KIMIA  MINYAK CENGKEH

Kandungan kuncup bungah cengkeh antara lain : minyak atsiri, zat semak, lendir, lemak dan malam, juga Mengandung eugenol, asam olenolat, asam galotanat, fenilin, karyofilin, resin dan gom.

Perlu diketahui, saat ini paling tidak, sudah 27 spesies tanaman cengkeh ( S. Aromaticum) telah ditemukan di seluruh dunia, dan 22 di antaranya tumbuh di Cina, yang merupakan salah satu pusat distribusi S. aromaticum saat ini (Wang, 2013).

Komponen minyak bunga cengkeh hasil destilasi uap (Prianto, dkk, 2013): EugenoL 81,2%; Trans(beta)-karyovilen (3,92%), Alfa-humulena (0,45%), Eugenol asetat (12,43%); Karyofilen oksida (0,25% dan Trimetoksiasetofenon (0,52%)

Metode ekstraksi yang berbeda biasanya menunjukkan hasil yang sangat berbeda pada komposisi minyak cengkeh. (Wei, Xiao, & Yang , 2016).

Ketika kuncup cengkeh diekstraksi dengan metode destilasi uap dan dideteksi dengan GC-MS, hanya empat komponen sebagai 3-allyl-2-methoxyphenol (69,77%), 3-phenyl 2 propen aldehyde (14,32%), caryophyllene (13,74%), dan alpha-Caryophyllene (2,17%).

Sedangkan oleh Li et al. (2016), menghasilkan 20 jenis komponen antara lain  eugenol adalah 68,0%, dan konten isocaryophillene (16,6%), eugenol asetat (9,3%), -caryophyllene (2,0%), dan cadina-1 (10), 4-diene (1,2%) relatif lebih tinggi.

ISOLASI MINYAK CENGKEH

Isolasi minyak cengkeh umum dilakukan menggunakan metode destilasi uap dan destilasi air.Karena metode tersebut mudah dan aman bagi lingkungan, dan tidak menggunakan pelarut organik berbahaya.

Isolasi dengan menggunakan destilasi uap menghasilkan kandungan eugenol lebih tinggi daripada menggunakan destilasi air.

Destilasi bungah cengkeh diperlukan waktu 8-24 jam untuk menghasilkan minyak cengkeh yang memenuhi persyaratan baku mutu Standart Nasional Indonesia (SNI).

Waktu optimum isolasi minyak cengkeh dari bunga cengkeh dengan destilasi uap adalah kurang dari 9 jam, sebab destilasi selama 9-12 jam tidak menghasilkan kenaikan rendemen yang signifikan,selain itu kandungan eugenol cenderung menurun

EUGENOL DARI MINYAK CENGKEH

Eugenol merupakan salah satu komponen utama minyak cengkeh, Eugenol merupakan keluarga alilbenzena dari senyawa-senyawa fenol. Warnanya bening hingga kuning pucat, kental. Dan, merupakan turunan guaiakol yang mendapat tambahan rantai alil, dikenal dengan nama IUPAC 2-metoksi-4-(2-propenil) fenol.

Eugenol sedikit larut dalam air namun mudah larut pada pelarut organik. Aromanya menyegarkan dan pedas seperti bunga cengkeh kering, sehingga sering menjadi komponen untuk menyegarkan mulut.

Sejauh ini eugenol banyak dimanfaatkan dalam industri parfum, penyedap, dan farmasi sebagai penyuci hama dan pembius lokal. Dan kandungan utama dalam rokok kretek.

Dalam industri, eugenol dapat dipakai untuk membuat vanilin. Campuran eugenol dengan seng oksida (ZnO) dipakai dalam kedokteran gigi untuk aplikasi restorasi (prostodontika).

Cairan tidak berwarna atau kuning pucat, bau cengkeh kuat dan menusuk, rasa pedas, berat molekul 165,20 g/mol.

Bila terpapar udara arna menjadi semakin lebih tua dan mengental. Sukar larut dalam air, bercampur dengan etanol, dengan kloroform, dengan eter dan dengan minyak lemak. Memiliki berat jenis 1,064 dan 1,070 g/cm3dengan indexs bias antara 1,540 dan 1,542 pada suhu 20 C (https://id. wikipedia.org/wiki/Eugenol),

ISOLASI EUGENOL

Isolasi eugenol dapat dilakukan melalui beberapa jenis proses pemurnian (isolasi). Diantaranya, yaitu proses ekstraksi, destilasi fraksional (rektifikasi), kromatografi kolom, ekstraksi superkritik dan destilasi molekuler.

Selama ini, telah dilakukan pengambilan dengan menggunkan ekstraksi dengan menggunakan NaOH dan menghasilkan kadar eugenol sebesar 82,6 %.

Selain itu, juga telah dilakukkan pengambilan dengan menggunakan cara ekstraksi minyak daun cengkeh menggunakan NaOH berlebih dan dilanjutkan proses pengasaman menggunakan HCl pekat, hanya mencapai kadar eugenol sebesar 86 %.

Cara lain untuk memisahkan eugenol dalam minyak daun cengkeh dengan penambahn asam anorganik, yang akan menghasilkan garam eugenolat bebas, kemudian eugenol ini dimurnikan dnegan penguapan dan penyulingan eugenol dari minyak daun cengkeh dengan menggunakan destilasi fraksional, dimana eugenol diperoleh dari residu hasil fraksinasi minyak cengkeh.

Hasil fraksinansi itu kemudian dianalisis kandungan eugenolnya untuk menentukan rendemen operasi destilasi fraksional, serta sifat-sifat fisika dan kimia produk yang dihasilkan.

Isolasi eugenol dari cengkeh juga dilakukan tanpa diklorometana, karena seperti kasus pada trimiristin,kondisi pelarut telah dimodofikasi.

Daripada menggunakan campuran homogeny dari etil asetat, etanol dan air dengan perbandingan volume 4,5 : 4,5 : 1, system pelarutnya telah berubah. Sebuah campuran dengan lima persen natrium klorida dan etil asetat telah digunakan.

LANGKAH KERJA ISOLASI EUGENOL

Diambil sekitar 150-250 mL minyak cengkeh hasil penjernihan (perkulasi), dimasukkan kedalam gelas kimia. Ditambahkan larutan NaOH sambil diaduk kuat sampai campuran bersifat alkalis (jika menggumpal tambahkan air secukupnya) sambil dipanaskan diatas waterbath sampai mencair.

Jika terbentuk 2 lapisan zat cair maka diambil lapisan bawah sebagai Na-eugenolat. Apabila lapisan atas masih cukup banyak, tambahkan kembali larutan NaOH dan gabungkan dengan hasil sebelumya. Ditambahkan lapisan bawah dengan 25% HCl sampai diperoleh pH 3.

Diambil lapisan atas (lapisan eugenol). Apabila jumlah eugenol yang diperoleh cukup sedikit, ekstrak lapisan bawah (lapisan air) dengan 25 mL petroleum eter sebanyak 3 kali. Dipisahkan pelarut petroleum eter dengan rotary evaporator.

IDENTIFIKASI EUGENOL HASIL ISOLASI

Pertama (1) Uji sifat kimia, Yakni disiapkan 2 tabung reaksi dan masing-masing diisi dengan 3 tetes eugenol hasil isolasi, selanjutnya untuk tabung pertama diisi dengan 1 mL etanol absolute dan larutan KMnO4 1%.

Sedangkan tabung kedua diisi dengan 1 mL karbon tetra klorida dan larutan Br2 2%. Hilangnya warna dari kedua pereaksi menunjukkan adanya ikatan rangkap nonaromatik.

Kedua (2) Uji sifat fisika, yaitu minyak cengkeh hasil perkolasi dan eugenol hasil isolasi, masing-masing ditentukan indeks biasnya dengan menggunakan refraktometer dan berat jenisnya dengan cara menimbang berat untuk 0,1-1,0 mL. lalu dilakukan perbandingan dengan nilai yang diperoleh dengan eugenol standar.

Ketiga (3) Analisis eugenol hasil isolasi dengan spekrofotometer UV-VIS, dapat dilakukan yakni, diambil sebanyak 2 tetes eugenol hasil isolasi lalu diencerkan dengan 10 mL pelarut organik kemudian ditentukan pola spektrumya dengan spektrofotometer UV-VIS. Moga bermanfaat*****

Referensi

  • Chaieb, K., Hajlaoui, H., Zmantar, T., KahlaNakbi, A. B., Rouabhia, M., Mahdouani, K., & Bakhrouf, A. (2007). The chemical composition and biological activity of clove essential oil, Eugenia caryophyllata (Syzigium aromaticum L. Myrtaceae): a short review. Phytotherapy Research: An International Journal Devoted to Pharmacological and Toxicological Evaluation of Natural Product Derivatives, 21(6), 501-506.
  • Crouse, B. J., Vernon, E. L., Hubbard, B. A., Kim, S., Box, M. C., & Gallardo-Williams, M. T. (2019). Microwave extraction of eugenol from cloves: A greener undergraduate experiment for the organic chemistry lab. World Journal of Chemical Education, 7(1), 21-25.
  • Frohlich, P. C., Santos, K. A., Palu, F., Cardozo-Filho, L., da Silva, C., & da Silva, E. A. (2019). Evaluation of the effects of temperature and pressure on the extraction of eugenol from clove (Syzygium aromaticum) leaves using supercritical CO2. The Journal of Supercritical Fluids, 143, 313-320.
  • Guan, W., Li, S., Yan, R., Tang, S., & Quan, C. (2007). Comparison of essential oils of clove buds extracted with supercritical carbon dioxide and other three traditional extraction methods. Food Chemistry, 101(4), 1558-1564.
  • Hadidi, M., Pouramin, S., Adinepour, F., Haghani, S., & Jafari, S. M. (2020). Chitosan nanoparticles loaded with clove essential oil: Characterization, antioxidant and antibacterial activities. Carbohydrate Polymers, 116075
  • Hasheminejad, N., Khodaiyan, F., & Safari, M. (2019). Improving the antifungal activity of clove essential oil encapsulated by chitosan nanoparticles. Food chemistry, 275, 113-122.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun