“Eris, kamu kan teman dekat Nayla. Waktu hari Jumat kemarin apakah Nayla sempat ngobrol sama kamu?” Tanya Bu Alicia dengan lembut.
“Iya. Tapi nggak lama.”
“Ngobrol apa saja?” Lanjut Bu Alicia. Eriska terdiam sejenak. Ia mencoba mengumpulkan ingatan yang berserak di dalam kepalanya.
“Emm, Nayla bilang kalau ia ingin bertemu dengan temannya yang bernama Ferdinand di taman kota..,” Jawaban Eriska membuat Mama Nayla semakin gelisah. Ia pun tak dapat menahan diri untuk bertanya:
“Kapan pertemuannya?”
“Kata Nayla Jumat sore. Setelah pulang sekolah,” jawab Eriska. Ia kaget karena jawabannya itu malah membuat Mama Nayla kembali menangis. Bu Alicia mencoba menenangkannya dengan mengusap-usap bahunya. Pak Polisi lalu menghampiri tempat duduk Nayla. Sambil berdiri ia lalu memperlihatkan sebuah foto seorang pemuda kepada Eriska.
“Apakah, dia ini yang bernama Ferdinand?” Tanya polisi itu. Eriska tidak langsung menjawab. Ia tidak yakin bila pernah melihat wajah pemuda itu di dalam smartphone milik Nayla.
“Ferdinand yang katanya siswa SMA Buana…,” lanjut Pak Polisi. Ingatan Eriska pun semakin kuat.
“Ya. Ya, dia yang namanya Ferdinand. Nayla pernah menunjukkan foto-fotonya..,” Eriska menjawab dengan yakin. Polisi itu tersenyum lalu mengucap terima kasih kepada Eriska. Ia lalu ke luar ruangan sambil meraih handy talkie yang tergantung di pinggangnya. Eriska semakin bingung. Ia lalu bertanya kepada Bu Alicia.
“Memangnya Nayla kenapa, Bu?”
“Nayla menghilang sejak Jumat kemarin. Ia belum pulang setelah izin mau membeli pulsa dengan mengendarai motor. Dari facebook Nayla, diketahui kalau ia berjanji menemui Ferdinand di taman kota. Mungkin setelah bertemu, ia lalu diajak atau…,” Penjelasan Bu Alicia terpotong oleh kehadiran seorang pria berwajah panik. Ia lalu memperkenalkan diri kepada semua orang sebagai Papa Nayla. Ketika melihat Mama Nayla, ia bertanya.