"Kalau gitu ya ngobrol lagi lah,"
"Gua udah coba, sekarang ini gua ada di titik dimana gua udah ngerasa cape, lo ngerti kan?"
Saat itu Weli tidak melanjutkan pembicaraan, dia diam. Tapi pikirannya bepergian kesana kemari.Â
Weli mencoba mengejawantahkan apa yang saat ini sedang dirasakan sahabatnya, sehingga tidak salah bicara.
Weli paham betul sahabatnya itu sedang kalut, meski mulanya tidak mau menunjukan kekalutannya, namun semenjak Siska membunyikan soal hubungan dengan suaminya yang sedang tidak baik-baik saja, kekalutan itu nampak jelas terlihat.
Kini situasi berubah menjadi serba salah, Siska diam. tipis-tipis air matanya jatuh. Melihat itu Weli semakin tidak menentu.
"Dih, ko nangis?" refleks saja Weli bilang begitu, melihat air mata Siska jatuh.
Saat itu, mereka berdua nyaris saja sampai ke kantor, tapi Weli membelokan mobil ke arah toko modern.
Tidak ada yang akan di beli, pikirannya saat itu hanya berusaha membuat Siska berhenti menangis dulu.
Agar saat sampai di kantor tidak dalam keadaan yang kacau, untuk soal ini, Weli memang pengertian juga perhatian.
Namun bukannya berhenti menangis, Â Siska malah semakin menangis, sejadi-jadinya.