Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tawar Empati

22 November 2023   21:06 Diperbarui: 22 November 2023   22:59 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Toko Pakaian | Sumber Situs Ayojakarta.com

"Ini berapa mbak, harganya"

"100 ribu bu"

"Kok mahal, gak bisa 30 ribu? "

"Belum bisa bu"

Sebuah dialog yang tidak sengaja ku dengar. Seorang ibu berambut pendek sebahu dengan badan sedikit berisi tengah menerapkan konsep tawar-menawar dengan penjaga toko. 

Menjadi hal lumrah jika pembeli ingin mendapatkan barang berkualitas baik dengan harga murah. Apalagi bagi kalangan wanita sepertinya insting menawar sudah tertanam dengan baik. 

Sama seperti wanita lain, ibu itu sibuk menawar kemeja putih dari brand yang cukup dikenal. Namun proses tawar-menawar cukup menyita perhatianku. 

Entah hitungan seperti apa yang ibu itu gunakan hingga menawar dari 100 ribu menjadi 30 ribu. Artinya harga terpaut 70 persen dari semula. 

Saya ingat nasehat Nita, teman masa kecil yang suka berbelanja. Jangan ragu untuk menawar, toh sebenarnya harga barang sudah di UP oleh penjual. Kalau gak gitu, kita bisa beli barang kemahalan. 

Nasihat yang masih ku ingat sampai sekarang namun tak selalu ku gunakan. Jangankan menawar setengah harga, mencoba minta turun harga 5 ribu saja aku masih sungkan. 

Apalagi jika melihat kita satu-satunya pembeli di tokonya. Entah tak sampai hati menawar barang. Walau mungkin agak mahal setidaknya masih bisa ku beli pasti ku beli. 

"Sudah lah mbak, kasih 35 ribu saja. Di toko sana loh harganya 35 ribu cuma ukurannya saja tidak ada makanya saya cari kesini" Suara ibu itu terdengar jelas. 

"Strategi menawar apakah itu?, membandingkan harga di toko lain untuk menekan penjual" Aku bergumam dalam hati

Sepertinya aku kalah pengalaman dengan ibu itu. Dari perawakannya terlihat si ibu ini tidak gentar menawar. Apalagi si penjaga toko terlihat begitu sabar. Wanita muda, kulit sawo matang dengan ikat rambut khas berwarna kuning. 

Entah kekuatan apa yang dimiliki si penjaga. Dari awal  ku datang sudah ku lihat dirinya melayani si ibu. Bahkan hingga 10 menit hadirku di toko ini, penjaga toko pun masih sibuk melayani si ibu.

Jika aku di posisi mbak penjaga toko, bisa jadi sudah ku tinggalkan si ibu ini. Belum tentu membeli tapi banyak sekali permintaannya. 

Aku masih sibuk mencari pakaian untuk suamiku. Ia berulang tahun hari ini. Ingin rasanya membelikan hadiah pakaian baru untuk dirinya kerja. 

Toko Citra Busana yang ku datangi ini cukup dikenal. Berada di pasar kecamatan dan memiliki koleksi pakaian pria yang tergolong lengkap mulai kemeja, kaos, celana kain, jeans hingga dasi pun dijual. 

Kemeja yang ini berapa mbak? Suara ibu tampak khas dengan intonasi cukup lantang. Tak heran aku selalu melirik jika si ibu berbicara. 

Kali ini si ibu menunjuk kemeja flanel motif kotak-kotak biru dan merah. Kemeja yang cukup diminati di kalangan anak muda. 

"Sama bu harganya 100 ribu"

Ibu itu mulai diam sejenak. Aku jadi penasaran apa lagi strategi yang digunakan. Perlahan perhatianku juga ikut tertuju pada kemeja yang dipegang oleh ibu itu. 

"2 ini 80 ribu ya", si ibu mulai menjalankan jurusnya lagi

Si penjaga hanya tersenyum sambil menggeleng. Memberi isyarat penolakan yang sudah ku pahami. 

"Kemeja itu ada yang ukuran L mbak? " Aku tertarik dengan kemeja flanel kotak yang dipegang si ibu. 

Sepertinya kemeja ini cocok untuk Mas Rio, suamiku. Bisa dipakai kerja ataupun bersantai. 

"Kemeja hanya tersisa 1 saja kak. Kebetulan ukuran L yang di pegang sama ibu ini"

"Eh dek. Saya duluan ya yang pilih kemeja ini. Adek pilih kemeja lain saja"

"Ya bu maaf. Saya tadi pikir masih ada stok lain"

Si ibu sepertinya menganggap aku sebagai saingan. Apalagi setelah mendengar stok barang tersisa 1. Wajar ia berusaha mempertahankan itu kemeja. Tapi hati ini belum bisa berpaling dari kemeja itu. Warna kesukaan suamiku. 

"Ci, saya ambil 2 jadi 80 ya? Ibu ini kini sepertinya menggunakan jurus ampuhnya. Jika tidak bisa merayu si penjaga, lebih baik merayu si pemilik. 

Pemilik kini mulai turun tangan. Dari awal, saya melihat si pemilik sibuk menulis pembukuan dan melayani pembayaran. 

Wajahnya yang putih bersih dengan mata cenderung sipit sudah bisa ditebak jika si pemilik keturunan Chinese. 

Cici sadar jika karyawannya mulai kewalahan menghadapi karakter pembeli seperti ini. Ia pun berdiri dari tempat duduk dan menghampiri kami bertiga. Entah kenapa saya justru menjadi canggung ada diantara kondisi ini. 

"Gimana bu, ada yang bisa dibantu" Pemilik toko datang mendekat

Aroma parfum cukup tercium khas saat si pemilik datang

"Saya ambil 2 kemeja, kasih lah ci 80 ribu"

"Kemeja yang mana? " Si pemilik toko bertanya pada karyawannya

Ditunjukannya lah kemeja putih dan kotak-kotak. 

"Saya kasih harga spesial buat ibu. Tapi jangan kasih tahu pembeli lain ya bu? "

Cici itu menunjukkan harga dari kalkulatornya. Entah berapa harga spesial yang dikasih. Kalkulatornya tertutup tangan si cici seakan takut dilihat olehku. Muncul juga rasa penasaran namun tidak etis rasanya jika saya terlalu ingin tahu. 

"Masih mahal lah ci" Di toko sana saja masih murah. 80 ribu saya ambil, kalo gak saya ke toko lain aja

Wuaduh walau hanya menguping. Aku paham benar jurus jitu pura-pura pergi cek ke toko lain. Berharap akan ditahan atau setidaknya di panggil dan diberikan harga sesuai permintaan pembeli. 

Hatiku terasa ingin teriak menyudahi proses tawar menawar ini. Biarkan aku saja yang membeli kemeja ini. Tak perlu basa-basi untuk menawar. 

Kini aku paham ribetnya proses tawar menawar ini. Si pembeli dengan kengototannya untuk harga paling murah dan si penjual dengan keteguhan hati bertahan dari harga yang disampaikan. 

Ibarat permainan tarik tambang. Kedua pihak berusaha sekuat tenaga bertahan. Siapa yang paling kuat tentu akan jadi pemenang. 

"Gimana ci? ", si ibu berusaha menekankan sekali lagi

Si cici hanya bisa tersenyum. "Belum bisa bu"

"Ah pelit sekali. Macam gimana toko bisa ramai kalau harga kemahalan"

Yaudah, saya bisikin harga khusus dan terakhir buat ibu gimana? 

Si ibu mengangguk antusias.

Seketika si cici membisikan sesuatu di kuping ibu itu. Entah apa yang terucap. Aku hanya bisa melihat bibir si cici berkomat-kamit dengan ditutupi tangan. Seakan khawatir orang lain seperti diriku mendengar apa yang diceritakan. 

Tiba-tiba wajah si ibu berubah. Ekspresinya terlihat kesal setelah mendapatkan bisikan si pemilik toko. 

"Ah, lebih baik saya cari toko lain saja. Disini barangnya mahal-mahal"

Umpatan si ibu terdengar jelas. Tampak rasa kesal dan kecewa. Uniknya dirinya menaruh kembali 2 kemeja yang dipegangnya tadi dan seraya pergi. 

Aku masih sempat mendengar celotehan si ibu meski baru pergi beberapa meter. 

"Ci, kemejanya bisa saya ambil? "

Ku segera buru-buru memastikan status kemeja itu. Takut si ibu itu balik lagi dan mengambil kemeja yang sudah ku incar. 

Oh, bisa kak. Silakan kalau sudah cocok

Tanpa pikir panjang, saya mengangguk dan segera meminta pegawai toko untuk membungkus kemeja tersebut. Hari ini sudah ku dapatkan kado untuk Mas Rio. 

"Ci, maaf banget. Tadi cici bisik tentang apa ya? Kok si ibu langsung pergi. Padahal tadi masih ngotot minta harga murah. 

"Mau tahu?", nanti saya bisikan apa yang saya bilang. Cici tertawa kecil

Aku hanya bisa mengangguk

Cici pun menepati janji. Setelah kemeja dibungkus dan terbayarkan. Cici meminta aaya mendekat ke dirinya. 

Tadi saya cuma bilang, stststst ststst ststst. Suara bisikannya terdengar jelas di kuping

Aku hanya bisa tertawa, cici pun ikut tertawa. 

Dalam hati ku ada-ada saja si cici ini. Tapi apa yang disampaikan justru ampuh mengusir si ibu secara halus. 

Hanya 3 kata namun sangat mengena. Sini ku bisikan apa yang tadi cici katakan padaku. 

"Tawarlah Dengan Empati"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun