Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PM Suga, Syamsul, dan Pejuang Rimba Rudao

3 November 2020   04:22 Diperbarui: 4 November 2020   12:27 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya menulis surat terbuka kepada Presiden Terpilih Jokowi, awal Oktober 2014, lalu menceritakan Syamsul. Sebelum kabinet dibentuk. Lalu saya berangkat umroh, menghindar dari Munas Partai Golkar di Bali.

Cetak biru saya waktu itu kepada Presiden Jokowi: pilih anggota kabinet dari mereka yang segenerasi, berusia empat puluh tahun, lalu hampir setengah usia sudah saling berdebat di kampus-kampus dalam dan luar negeri.

Syamsul, Rizal Ramli, Thamrin Amal Tamagola, Frans Magnis Suseno, Benny Susetyo, Mohammad Sobari dan sejumlah nama lain adalah "otak" dibalik pilihan saya masuk partai politik. Anies Baswedan juga hadir. Di rumah Rizal Ramli di Tebet. Tahun 2008. Saya satu-satunya kelinci yang belum pernah dicoba guna masuk partai. Untuk berbuat sesuatu. Atau hancur.

Saya tidak tahu, apakah Syamsul berkomunikasi dengan Suga. Saya belum memeriksa arsip laki-laki kelahiran Nganjuk, 26 Juli 1969 ini. Lelaki yang indekos di Kukusan, Depok, kerempeng, tapi berani membuka dada. Ia merokok, ketika saya masih "mengharamkan" benda itu. Ia menjadi salah satu penulis dalam jurnal yang berisi tulisan sejumlah mahasiswa top UI.

Syamsul Hadi adalah anggota Komisi Hubungan Luar Senat Mahasiswa UI generasi awal. Saya juga bagian dari itu, generasi berikut. Syamsul selalu menjadi sterring committee kepanitiaan yang saya komandani. Tulisan dia sudah "nongol" di Media Indonesia. Wajahnya selalu tersenyum, apalagi melihat buku-buku yang saya baca. Ya, saya sudah "selesai" dengan status kemahasiswaan saya, karena sejak SD, SMP dan SMA sudah menamatkan membaca buku-buku "berat".

Jadi? Tangan saya penuh dengan buku-buku seperti Jurgen Habermas, Ivan Illich, Erns Cassirer, Carl Gustav Jung, Annemarie Schimmel, dan semacam itulah. Saya mempelajari ajarab agama Budha, Hindu, pun tentu Kristen dan Katolik. Yudaisme pun saya pelajari. Buku-buku tentang puisi Jallaluddin Rumi, paling saya gemari. Pun perempuan sufi itu.

Kesamaan saya dengan Syamsul?

Orang kampung. Satu foto yang diambil beberapa kali berisi kami bertiga: saya, Syamsul dan Gatot Prio Utomo (sudah doktor, anak Lampung). Atau saya, Sutana dan Syamsul. Lho? Ya, kami berempat. Salah satu yang memotret. Dalam frame, tiga orang.

Yang menarik, soal siapa yang duduk di tengah. Tempat bagi yang mati duluan, dalam mistisisme foto ala tahun-tahun itu.

Karena tidak ada yang mau, saya duduk di tengah. Lalu bercerita dengan berlagak.

Intinya, saya menyatakan di dalam frame itu selalu lebih dari tiga orang. Cuma, tak tertangkap teknologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun