Beberapa waktu yang lalu saya mencoba membuat survei di media sosial mengenai pandangan masyarakat tentang dampak Bimbel pada pendidikan Indonesia. 51% mengatakan meningkatkan mutu sedangkan 49% mengatakan menjatuhkan mutu pendidikan Indonesia.
Hasil ini sangat menarik karena survei tersebut secara tidak langsung menunjukkan 51% responden berpendapat bahwa sekolah menjatuhkan mutu pendidikan Indonesia.
Akhir-akhir ini, bertepatan dengan rilis survei PISA (Programme for International Student Assessment) 2018, sebuah survei internasional yang mengukur tiga kemampuan yakni matematika, sains dan membaca bagi siswa yang berusia 15 tahun.
Saya melontarkan ide yang cukup kontroversial ke teman-teman di media massa. Saya katakan jika Presiden Joko Widodo serius dan berkomitmen untuk membangun SDM yang unggul maka salah satu hal pertama yang butuh beliau lakukan adalah menutup lembaga bimbel atau melarang peserta didik untuk ikut bimbel.
Sama seperti langkah yang diambil pemerintah Korea Selatan di tahun 1980an saat mereka ingin mereformasi pendidikan nasionalnya. Dan lihat hasilnya, pendidikan Korea Selatan yang tadinya sangat buruk kualitasnya menjadi salah satu yang terbaik di dunia.
Logika munculnya bimbel sangatlah sederhana, bimbel menjamur saat mutu pelayanan pendidikan di sekolah formal buruk. Semakin baik mutu pendidikan di sekolah formal maka bimbel akan semakin tidak laku.
Wajar jika pemerintah Korea Selatan mengambil kebijakan yang sangat tidak popular dalam rangka pembenahan sistem pendidikannya. Sebuah langkah yang bisa diikuti Indonesia, sejalan dengan konsep Pak Jokowi yang ingin menghentikan rutinitas.
Ide saya tersebut, ternyata menimbulkan berbagai macam reaksi, banyak yang mendukung namun tidak sedikit yang menghujat atau membully saya di media sosial.
Rata-rata yang berseberangan pendapat mengatakan bahwa bimbel itu halal, memutar roda perekonomian, dan membantu memberikan pelayanan yang tidak dapat diberikan sekolah.
Mereka membela bimbel agar tidak disalahkan dengan turunnya mutu pendidikan Indonesia. Perlu saya klarifikasi bahwa saya tidak pernah menyalahkan bimbel, mereka hanya mengambil kesempatan bisnis dari kelemahan sistem pendidikan kita. Saya justru menekankan komitmen pemerintah dalam menjalankan amanat UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berapa banyak anggaran yang sudah keluar untuk program-program pendidikan, baik dari APBN, APBD, bantuan luar negeri, CSR, dana masyarakat sendiri yang keluar untuk membayar uang sekolah (sekolah swasta), uang kegiatan, dan bimbel.