Suatu ketika, saya mendapati seorang anak yang tengah dibully dengan tindakan kasar dan kata-kata yang tidak patut diucapkan oleh anak-anak, dia dibully oleh kelompok anak lain, karena logat bahasa dan agama yang berbeda dengan kelompok anak-anak tersebut.
Hal itu bertentangan dengan apa yang diajarkan Mamah dalam pergaulan, maka jiwa lugu pun saat itu tergerak untuk membantu anak tersebut, lepas dari kelompok anak-anak yang melakukan tindakan kasar.
Kata-kata dibalas kata-kata dan pukulan dibalas pukulan, hal naif dan heroik yang dilakukan seorang anak berumur 10 tahun, menghasilkan benjol dan muka lebam.
Mamah saat itu berkata, bahwa tindakan saya sudah benar, namun jika ada pilihan tindakan lain yang lebih baik, seharusnya saya ambil yang paling baik, selepas meminta saya mandi dan pergi mengaji.
Beliau, menerapkan treatment yang berbeda dalam mendampingi permasalahan yang dialami anak-anaknya.
Bukan pilih kasih, tapi karena setiap anak memang tidak bisa disamaratakan, setiap anak unik dengan karakter dan potensinya masing-masing.
Dari semua anak-anaknya, hanya saya yang pernah berurusan dengan pihak berwajib, bukan soal kena tilang, namun tindakan kekerasan saat beranjak remaja yang pernah terlewati.
Saat itu Mamah dengan bijak memberikan petuah dan dukungan, beliau selalu percaya bahwa anak-anaknya tidak akan melakukan sesuatu yang buruk selain untuk membela diri atas dasar kebenaran yang diajarkan oleh beliau.
Belum cukup rasanya bercerita tentang sosok ibu satu ini, beliau memang tiada duanya, tentu karena mamah hanya satu-satunya sosok ibu yang melahirkan kami.
Sulit mendeskripsikan peran ibu dalam 1500 kata, untuk sebuah warisan yang beliau turunkan kepada kami anak-anaknya.
Namun, satu hal yang pasti hingga saat ini berlaku pada kami anak-anaknya adalah, tiada hari tanpa mengenang kasih sayang dan teladan yang diberikan.