Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu, Pendidik Toleransi dalam 1500 Kata

16 November 2020   20:00 Diperbarui: 16 November 2020   20:23 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri (edit pribadi)

(Warisan paling berharga untuk anak-anak adalah pendidikan, uang bisa habis, harta bisa dicuri, tapi ilmu tidak akan berkurang dan bermanfaat saat dibawa kemanapun)

Berikut, saya akan menuliskan beberapa peran beliau sebagai guru pertama dalam mendidik anak-anaknya, dirangkum pada beberapa kategori yang saya rasa mewakili nilai keteladanan, semasa hidup beliau.

Eksak

Rata-rata orang tua, pastilah merasa khawatir dan bisa saja panik saat anaknya mendadak sakit, namun hal tersebut tidak begitu terlihat pada Mamah yang dengan tenang memberikan tindakan pengobatan serta perawatan pada kami anak-anaknya.

Pengetahuannya tentang obat-obatan herbal, medis bahkan "jimat" sugesti menjadi bermanfaat kala kami mengalami sakit dengan gejala dan kondisi yang berbeda-beda.

Ketika adik saya mengalami demam, biasanya Mamah akan mengukur suhu tubuh dengan punggung tangannya sebelum menentukan pengobatan selanjutnya.

Saat itu, ternyata diketahui adik saya hanya mengalami radang tenggorokan ringan, dengan gejala batuk, sariawan dan tidak nafsu makan.

Pasti gampang ditebak, obat apa yang diberikan oleh mamah saat itu, hanya kecap dengan perasan jeruk nipis, rebusan air saga, madu dan makanan favorit adik saya tentunya.

Beliau paham, suasana hati sangat berpengaruh pada daya tahan tubuh dan sebisa mungkin dalam kondisi kurang sehat, anak-anaknya membutuhkan hiburan ketimbang obat-obatan.

Satu-satunya peristiwa yang mengharuskan Mamah melarikan kami langsung menuju meja dokter yakni sewaktu kami sekeluarga, keracunan jamur pada saat makan malam.

Dengan tenang, beliau menguatkan mental kami agar tidak perlu khawatir karena dokter pastilah punya obatnya, padahal Mamah pun tengah mengalami gejala keracunan yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun