"Hanya kau satu satunya yang tersisa, berada tepat dibatas desa dan hutan sawit hai beringin tua, karena pohon beringin dibalai desa sudah ditebang diganti pohon-pohon berbunga, " jawab Bue yang enggan terbang.
Pagi itu matahari urung menampakan diri, semilir angin yang berhembus membawa awan hujan nan hitam pekat.
Hujan yang deras menyusul kemudian, Bue berlindung pada dahan yang rimbun dedaunan diatas beringin tua.
Bue yang bersiap untuk menutup matanya, terkejut dengan getaran demi getaran pada pohon beringin tua.
Bunyi petir bersahutan memecah kegelapan ditengah hujan yang semakin deras, semakin menambah keresahan pada hati Bue si burung hantu.
"Bue, tolong aku.. rayap dalam tubuhku sudah sangat menyakitkan," teriakan pohon beringin tua samar terdengar.
Bue pun terbang mematuk-matuk rayap pada batang pohon beringin tua, namun paruhnya tak dapat mengambil barang satu rayap pun juga, kemudian berkata, "Aku tidak bisa memakan rayap ini hai beringin tua, trenggiling yang biasa membantumu memakan rayap sudah lama hilang dari sini ditangkap manusia."
Angin yang berhembus kencang menghantam pohon beringin tua dari arah tenggara, dan petir pun menyambar seketika setelahnya.
Pohon beringin tua roboh, dan Bue yang terlambat menghindar pun terpelanting terkena ranting pohon beringin tua.
Tamatlah riwayat pohon beringin tua, yang menderita dimakan rayap hingga tak kuasa lagi menahan angin dan hujan lebat.
Waktu berlalu, kini Bue kembali terlihat dalam kegelapan entah dimana.