Mohon tunggu...
Debu Semesta
Debu Semesta Mohon Tunggu... Penulis - We are dust of universe, aren't we?

Mencari radar. Find me on instagram @debusemesta__

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen "Ingin Mati"

13 Januari 2021   19:41 Diperbarui: 13 Januari 2021   19:49 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ingin Mati

Karya: Indi Astriani

 

"Hei, nak." Panggil Kakek Tua.

"I-iya, kek. Ada apa?" Suara takut bocah kecil yang melewati gubuk si Kakek Tua.

Bocah itu langsung lari ketakutan melihat si Kakek Tua yang barusan memanggilnya.

Kakek Tua hidup sendiri dan kesepian tanpa anak isteri. Ia hidup dari belas kasihan warga kampung. Hidupnya berantakan setelah isterinya meninggal digigit ular yang sangat berbisa saat sedang mencari kayu di hutan. Dan anak laki-lakinya gila karena ditinggal kawin oleh calon isteriya. Kakek Tua setiap hari merintih, berdoa agar ia cepat mati.

***

Malih, RT di kampung Sanaga rutin memberi santunan sembako kepada para jompo setiap bulannya. Saat singgah ke gubuknya si Kakek Tua, Malih mencari-cari Kakek Tua dimana ia berada. Ternyata Kakek Tua sedang sembahyang. Malih hanya menunggu duduk di kursi yang hampir roboh itu.

"Ada apa kau kesini, Malih?" tanya Kakek Tua.

"Ini, Kek, sembako bulanan buat Kakek," jawab Malih.

"Sudahlah Malih, kau tak perlu kasihani aku," lirih Kakek Tua.

"Tak apa, Kek, ini sudah jadi tanggungjawab kami," tegas Malih sambil tersenyum ikhlas.

"Aku hanya ingin mati, Malih." pinta Kakek Tua.

Setelah Malih memberikan sembako kepada Kakek Tua, Malih langsung menuju kediaman Pak Ustad. Malih mengeluhkan perilaku Kakek Tua sebulan terakhir ini kepada Pak Ustad. Malih menceritakan sikap aneh Kakek Tua akhir-akhir ini, si Kakek Tua sekarang lebih murung diri di rumah sendirian dari pada mengikuti acara-acara kampung, dan ia selalu menginginkan agar ia cepat mati.

Wajar saja sikap Kakek Tua berubah, ia sudah puluhan tahun ditinggalkan keluarganya. Begitu kesepiannya Kakek Tua, hanya Malih dan pak Ustad yang sering ke gubuknya, warga kampung sudah jarang sekali mengunjungi Kakek Tua karena ia sekarang jadi pemarah. Dulu, sebelum keluarganya pergi meninggalkan Kakek Tua, Kakek Tua selalu ramah kepada orang lain, selalu mengingatkan orang untuk menjaga alam, dan selalu bersedekah. Setelah isterinya tiada, ia mewakafkan sawah 5 hektarnya untuk di jadikan sumber pangan bagi warga kampung yang membutuhkan, termasuk dirinya. Ia tidak membutuhkan harta, ia membutuhkan keluarga.  Ia selalu merindukan isterinya.

***

 "Ayo, Ahmad, cepat injak telurnya!" ujar seorang pengantar kawinan Sri dan Ahmad. Semua orang tertawa, Sri dan Ahmad tersipu malu bahagia.

Setelah acara sawer, Ahmad menginjak endog (telur) di teras rumah, lalu Sri membersihkan kaki Ahmad dengan air yang ada dalam kendi. Lalu, Sri masuk ke dalam rumah, sedangkan Ahmad berdiri di muka pintu untuk melaksanakan upacara pintu. Upacara pintu di kampung Sanaga merupakan tanya jawab antara kedua mempelai dan masing-masing mempelai di dampingi oleh pendamping, tanya jawab ini harus dilagukan. Setelah upacara selesai, tuan rumah membagikan makanan kepada para tamu undangan. Masing-masing mendapatkan satu bakul yang isinya nasi dengan lauknya, dan juga wajit, opak, rengginang, pisang.

"Kang, Sri bahagia sekali hari ini," ucap Sri, manis kepada Ahmad.

"Iya, Sri, akang juga seneng bisa dapet restu dari abah buat nikah sama neng Sri," jawab Ahmad tak kalah manis ucapannya.

***

Sudah tiga kali Pak Ustad mengucapkan salam tapi tidak dijawab oleh Kakek Tua. Pak Ustad langsung masuk ke gubuknya Kakek Tua. Ternyata Kakek Tua sedang menangis entah kenapa sebabnya.

"Kenapa kau ini?" tanya Pak Ustad.

"Aku ingin mati saja, Ustad," jawab Kakek Tua lemah.

Pak Ustad mengusap air mata Kakek Tua sambil membaringkannya di ranjang, sepertinya Kakek Tua sedang tidak enak badan.

"Bicaralah, kau ini kenapa?" tanya pak Ustad sekali lagi.

"Aku kangen isteriku, Ustad," Kakek Tua bicara, setelah itu sesenggukan menangis lagi.

"Doakan saja dia, Insya Allah kangenmu terbayarkan,"

"Aku akan panggil Malih untuk menjagamu." Lanjut pak Ustad.

Kakek Tua rapuh sekali kali ini, padahal dulu ia seorang yang kuat, sering naik turun bukit, keluar masuk hutan.

Malih langsung datang menghampiri Kakek Tua dan akan menjaganya selama beberapa hari.

"Malih, kalau aku sudah mati aku ingin dikuburkan di dekat kuburan isteriku, Malih," ujar Kakek Tua, matanya begitu lemah.

"Jangan ngomong seperti itu lah, kek," jawab Malih sambil menguatkan Kakek Tua.

"Dan jangan lupa kau rawat kuburanku Malih aku sudah tak punya apa dan siapa lagi, rawat juga kampung ini" lanjut Kakek Tua.

Malih semakin bingung sikap Kakek Tua yang selalu membicarakan kematian.

"Aku akan bertemu Tuhan, Malih." Kata si Kakek Tua.

***

Dari perkawinan Sri dan Ahmad mereka mendapatkan buah hati yang tampan. Ahmad selalu memangku anaknya kemanapun ia pergi ke setiap sudut rumah panggung mereka. Sri sedang menyiapkan makanan kepada para tamu dalam acara puput puseur dan marhaba. Anak Ahmad dipotong rambutnya tujuh kali dalam acara itu, rambutnya dimasukan ke dalam wadah yang berisikan air dan bunga mawar. Tradisi itu sudah dilakukan turun temurun sejak dulu.

            14 tahun lamanya Sri, Ahmad, dan anak laki-lakinya  hidup bahagia. Namun, musibah mulai menerkam mereka. Saat sedang bermain di sungai, anak Ahmad kencing di dekat batu besar tanpa meminta izin terlebih dahulu. Lalu ia melompat ke sungai untuk berenang, tanpa disadari, kepala anak Ahmad terjedat oleh batu yang ada di dalam sungai. Kepalanya berdarah, dan anak Ahmad hanyut di sungai.

            Sri dan Ahmad amat cemas karena anaknya belum pulang juga. Saat menjelang magrib, ada tetangganya yang biasa ngecrik (menangkap ikan di sungai dengan menggunakan jaring) mendapati anak Ahmad hanyut di sungai dengan kepala bercucuran darah. Sri dan Ahmad kaget, mereka lansung membawa anaknya kepada Ki Sanga untuk diobati. Setelah diobati, Ki Sanga berpesan kepada anak Ahmad agar ia menjaga sikap kapan pun dan dimana pun.

            "Ujang, lamun kahampangan teh tong dimana wae, bisi aya nu nunguan eta tempatna,"

            Nak, kalo mau pipis jangan di sembarangan tempat, takut tempatnya ada penghuninya. Kata Ki Sanga kepada anak Ahmad.

            Tak hanya itu, Ki Sanga menasehati agar orang kampung menghormati leluhurnya, menjaga alam sekitar, dan jangan lupa untuk beribadah. Agar kita hidup dengan damai dan alam tidak akan marah kepada manusia.

            Luka di kepala anak Ahmad masih terasa hingga ia menuju dewasa. Ia sering pusing jika kelelahan hingga ia tidak bisa bekerja di sawah dengan Ahmad terlalu lama.

            "Mak, mak, kenapa mak?" teriak anak Ahmad kepada Sri.

            "Mak digigit ular,  jang," jawab Sri, merintih, badannya biru menandakan bisa ular sudah menjalar ke tubuhnya.

            Anak Ahmad lansung membopong Sri. Sri tak bisa terselamatkan, racunnya sangat berbisa dan mematikan

            Dua tahun kemudian, anak Ahmad berniat mengawini gadis yang cantik. Namun, sebulan kemudian gadis itu sudah dikawini oleh lelaki lain yang lebih kaya. Anak Ahmad tidak terima itu. Seiring berjalannya waktu, anak Ahmad terus murung dan tak ingin bekerja, sesekali ia tertawa sendiri di kamar.

            "Ujang, tolong bantu bapak di sawah atuh, jang," pinta Ahmad kepada anaknya.

            Anak Ahmad seperti kehilangan akal. Sakit hatinya ditinggal kawin berubah menjadi sakit jiwa. Anak ahmad pergi entah kemana dan tak pernah kembali lagi ke rumah Ahmad. Ahmad tinggal sendiri mengurus rumah dan dirinya.

            "Gusti, abdi teh kurang ibadah naon mani kieu-kieu teuing,"

Tuhan, aku kurang ibadah apa nasibku seperti ini sekali. Rintih Ahmad sambil mengusap pipinya yang basah.

***

            Kakek Tua terbaring dari tidurnya, ia langsung keluar sejenak berjalan sebentar di halaman gubuk.

            "Hei, nak." panggil Kakek Tua.

"i-iya,kek. Ada apa?" suara takut bocah kecil yang melewati gubuk si Kakek Tua.

Bocah itu langsung lari ketakutan melihat si Kakek Tua yang barusan memanggilnya.

"Malih, mau kemana kau?" teriak Kakek Tua di pinggir jalan.

Malih tidak menjawab, ia terus saja berjalan.

"Ustad, mau kemana kau?" tanya si Kakek Tua (lagi).

Si Kakek Tua geram, tak ada satupun orang yang meliriknya.

"Pak Ustad, cepat ke sini!" teriak Malih. Pak Ustad langsung bergegas menghampiri Malih yang berada di luar halaman gubuk Kakek Tua. Mereka langsung memasukinya.

"Innalillahi, Ahmad sudah tiada, Malih," ucap Pak Ustad.

"Segera umumkan kepada warga kampung, Malih!" lanjutnya.

Diumumkan oleh Malih sebagai RT kampung Sanaga, bahwa Kakek Tua yang hidup sendirian itu telah meninggal dunia. Semua warga kampung Sanaga langsung melayat dan berdoa, ke rumah panggung yang sudah menjadi gubuk, peninggalan Kakek Tua satu-satunya. 

Sesuai permintaan terakhir Kakek Tua, ia dikuburkan di dekat kuburan isterinya. Jiwanya melayang ke atas sana menuju keabadian yang diinginkan Kakek Tua. Malih, pak Ustad, dan warga kampung kehilangan sosok Kakek Tua yang selalu membantu sesama, selalu mengingatkan untuk menjaga alam sekitar selain beribadah.

~Selesai~

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun