Mohon tunggu...
Indani Ainun Fajriah
Indani Ainun Fajriah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Jadilah pribadi yang bermanfaat, kapan pun dan dimana pun kita berada.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Kisah di atas Bentala - Aku Pembunuh?

27 Januari 2025   09:00 Diperbarui: 27 Januari 2025   06:13 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Vania melangkah memasuki kamarnya dan Kailash dengan membawa secangkir teh dan sepiring pisang coklat kesukaan suaminya itu. Netranya menelusuri seluruh isi kamar, mecari keberadaan Kailash.

Melihat ke arah balkon, disana Vania melihat siluet seseorang yang sedang mengetik sesuatu di atas laptopnya. Vania dapat menebak, bahwa Kailash ada disana.

Kaki Vania mendekat ke arah balkon. Terlihat disana Kailash sedang sibuk dengan setumpuk berkas disampingnya. Beberapa kancing kemeja lelaki itu terbuka, jas yang tadi dikenakan entah sudah ada dimana. Dengan langkah anggun, Vania mendekati lelakinya.

"Yah, ini tehnya," ujar Vania sembari meletakkan teh itu dimeja. Wanita itupun ikut duduk disamping Sang Suami.

Kailash menghentikan kegiatan mengetiknya dan menolehkan kepalanya ke arah Vania.

"Apa barusan kamu menemui Agnesh, Vania?" Kailash menyesap teh yang masih hangat itu dan kembali meletakkannya dimeja,

Vania menggeleng. "Enggak Yah," sahutnya.

"Bagus, anak sialan itu memang harus diberi pelajaran sekali-kali."

Beberapa saat diantara mereka hanya ada keheningan. Hingga akhirnya Vania membuka suara. "Yah," panggilnya.

Kailash menoleh. "Apa?"

Vania nampak menimang-nimang, apakah dia harus mengatakan hal ini atau tidak. Tapi, wanita itu sudah memendamnya cukup lama, dan sekarang lah saat yang pas untuk mengatakan itu. "Mau sampai kapan kamu memperlakukan Agnesh seperti itu, Yah?"

Tatapan Kailash seketika menajam seakan menghunus Vania. Wanita itu langsung menunduk takut.

"Kenapa kamu nanya gitu, Vania? Asal kamu tahu, aku akan terus melakukan ini kepada Agnesh selama gadis sialan itu masih hidup. Nggak bakal aku biarin dia hidup dengan tenang," balas Kailash dengan suaranya yang mulai naik.

Vania diam, setelahnya dia memberanikan diri untuk menatap Kailash. "Agnesh nggak salah apa-apa Yah. Dia cuma gadis 17 tahun yang ingin merasakan kebahagiaan. Semua yang terjadi sudah menjadi takdir Tuhan, kita nggak bisa menentang itu terus-menerus," jelas Vania dengan nada yang lemah lembut.

Kailash berdiri dari duduknya, dan menatap Vania dengan tatapan tajam. "Sekarang kamu sudah berani melawan aku, Vania? Asal kamu tahu, kalau gadis yang kamu anggap cuma mau mencari kebahagiaan itu sudah membunuh seseorang!"

"DIA PEMBUNUH VANIA, AGNESH ITU PEMBUNUH!" bentak Kailash dengan suara yang menggelegar.

Agnesh yang berada di kamarnya sedikit tersentak mendengar teriakan yang berasal dari balkon kamar orang tuanya. Dengan terpaksa, dia menyeret tubuhnya menuju jendela untuk bisa melihat apa yang sedang orang tuanya lakukan.

"Tapi Yah, perbuatan kamu udah kelewat batas," Vania masih mencoba untuk membujuk suaminya itu.

Kailash berjalan hendak memasuki kamar. Namun, saat hendak sampai dia berbalik. "Vania, sampai kapan pun nyawa harus dibayar dengan nyawa. Agnesh sudah membunuh, dan dia harus mendapatkan perlakuan yang setimpal."

Agnesh yang mendengar penuturan Kailash terperanjat kaget. "Aku pembunuh?" batinnya dengan air mata yang kembali mengalir.

Gadis itu sekarang tahu, apa alasan yang membuat Kailash selalu marah kepadanya. Tetapi, pertanyaannya siapa orang sudah Agnesh bunuh? Apakah orang itu adalah seseorang yang sangat berharga melebihi dirinya dalam kehidupan Kailash?

Agnesh kembali menyeret tubuhnya menuju kedekat nakas yang berada di samping tempat tidurnya. Gadis itu hendak menelpon Aakash. Sekarang dia benar-benar membutuhkan seseorang, dan yang hanya bisa dia hubungi hanyalah Aakash, teman barunya.

Kebiasaannya sejak dulu. Jika dirinya telah disakiti oleh Kailash maka orang selalu dia hubungi adalah Aurel. Tetapi saat ini, gadis itu sudah tak dapat dia hubungi lagi.

Dengan susah payah Agnesh mengangkat tangannya untuk sampai ke nakas. Dia meraba-raba disana untuk mencari keberadaan ponselnya. Setelah dapat, Agnesh langsung mengambilnya, posisi gadis itu masih berselonjor lemah di lantai.

Dengan tangan yang gemetar, Agnesh mengetikkan nama Aakash diponsel. Beberapa menit dia mencoba. Namun, Aakash tak kunjung mengangkat telponnya. Apakah Aakash sedang sibuk? Begitulah isi pikiran Agnesh saat ini. Hingga panggilan ketiganya barulah sambungan telepon mereka terhubung.

"Hallo? Ada apa Nesh?" suara lembut dari seberang sana membuat Agnesh menahan isakannya agar tak keluar.

"Aakash, kamu lagi apa? A-aku nggak ganggu kamu kan?" tanya Agnesh dengan suara lirihnya. Bahkan napasnya terdengar kesusahan dan terdengar tersenggal-senggal.

Aakash menghelas napasnya diseberang sana. "Enggak kok, gue ga Sibuk. Lo kenapa lagi Nesh?"

Agnesh memejamkan matanya mendengar pertanyaan dari Aakash. Kalimat itu, kalimat yang sering Aurel tanyakan saat dirinya menelpon. "A-ku, a-ak-aku sakit Kash hiks... Ayah, ay-Ayah..."

"Gausa dilanjut, gue udah tahu apa yang terjadi,"

Agnesh tak menjawab. Selama beberapa menit, hanya terdengar isakan tangis Agnesh dari sambungan telepon itu.

Mendengar itu, Aakash segera mengalihkan panggilannya ke panggilan video.

"Kenapa Kash? Kok dialihkan vc?" tanya Agnesh masih belum menyetujui panggilannya dialihkan ke panggilan video.

"Angkat aja, gue mau ngomong,"

Agnesh pun menerima pengalihan panggilan itu. diseberang sana, terlihat Aakash yang sedang tidur telentang dengan guling di pelukannya.

"Lo bisa naik ke kasur kan? Sedih banget gue liat lo kaya gembel," canda Aakash.

Mendengar itu, Agnesh mengerucutkan bibirnya. Masih dengan sisa-sisa isakannya, gadis itu mencoba menaiki ranjang. Dia juga tak kuat jika harus berlama-lama di lantai. Tubuhnya seperti akan membeku. Terlebih dirinya juga masih demam.

Agnesh bernapas lega ketika dirinya berhasil menaiki kasur, gadis itu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang ringkih dan lemah.

Agnesh menghadapkan wajahnya ke arah ponsel yang masih terhubungan dengan Aakash. "Udah," sahutnya.

Aakash yang melihat itu tersenyum. "Tidur gih, gue temenin,"

Setelah mengatakan itu, Agnesh benar-benar memejamkan matanya. Sungguh badannya sudah sangat remuk. Dengan mendengar kalimat-kalimat yang terlontar dari bibir Aakash membuat gadis itu sedikit merasa terhibur.

Tiga puluh menit berlalu, dan mulai terdengar dengkuran halus yang keluar dari bibir Agnesh membuat Aakash yang belum mematikan panggilannya tersenyum dengan sangat manis. "Selamat malam gadis bumi, yang cantiknya seperti Ibu peri.

****

Tring Tring Tring

Tidur Agnesh terusik kala telinga mendengar bunyi alarm dari ponselnya. Matanya mengerjab dengan lucu, diliriknya jam dinding yang menggantung disebelah meja rias gadis itu. "Sudah jam lima," batinnya.

Dengan cepat Agnesh bangkit dari tidurnya, dan kesigapannya itu membuatnya menyesal karena tubuhnya terasa sakit ketika bangun dengan tiba-tiba. Sedikit mendesis pelan, Agnesh kemudia mencoba mematikan alarm itu.

Agnesh turun dari ranjang dengan perlahan, ketika dia mencoba berdiri tubuhnya oleng ke samping. Tangan gadis itu tergerak memegangi kepalanya yang terasa pusing, benturan yang didapatkan dari Kailash masih membekas begitu nyata.

Sepertinya pagi ini Agnesh tidak bisa pergi ke sekolah. Badannya benar-benar terasa remuk dan kepalanya pun sangat pusing. "Aku bilang Aakash aja apa ya? Supaya diizinin ke guru," gumamnya.

Tangannya tergerak mengambil ponsel, lalu mencari kontak Aakah diponselnya.

Aakash Chizuru

Selamat pagi Aakash

Maaf menggaknggu waktu mu pagi-pagi seperti ini

Setelah pesan itu terkirim, Agnesh hanya diam, memperhatikan room chat-nya dengan Aakash. Sepuluh menit berlalu. Namun, belum ada balasan dari Aakash membuat Agnesh menghela napasnya gusar. Hingga menit ke dua belas muncul notif dari Aakash, Agnesh membuka dengan segera.

Pagi Nesh, kenapa?

Eee hari ini, aku izin ga masuk

Minta tolong sampaikan ke sekretaris ya, badanku sakit semua

Oke nanti gue sampein

Cepet sembuh Agnesh :)

Makasi Aakash

Setelah menyampaikan hal itu kepada Aakash, Agnesh mencoba turun dari ranjang dengan perlahan. Gadis itu memejamkan matanya mencoba menetralkan rasa sakit yang dia rasakan. Kemudian dia kembali membukanya, kakinya dia ayunkan menuju ke kamar mandi.

Dua puluh menit berlalu, dan Agnesh telah selesai membersihkan badannya yang penuh dengan luka. Gadis itu sekarang juga telah siap dengan pakaian santainya. Training hitam yang dipadukan dengan kaos berwarna hijau botol.

Agnesh keluar dari kamarnya dengan mengendap-endap, takut berpapasan dengan Kailash.

"Agnesh,"

Mendengar seseorang memanggilnya dari arah belakang membuat gadis itu terlonjak kaget. Spontan dia menolehkan kepalanya ke belakang dan disana sudah berdiri Vania dengan apron yang melekat dibadannya. Dapat dipastikan bahwa wanita itu baru selesai memasak.

"Eh Bunda hehe," sahut Agnesh dengan tangan menggaruk kepalanya.

Vania mendekat. "Kamu nggak ke sekolah, Nak?" tanyanya dengan mata yang meneliti badan Agnesh. Pipi gadis itu penuh dengan lebam.

Agnesh menghela napasnya dengan sedikit ketakutan. "Agnesh izin ga sekolah dulu ya Bun? Badan Agnesh saki semua rasanya," ujarnya dengan penuh kejujuran.

Vania yang mendengar penuturan itu segera memegang lengan Agnesh dengan punuh kelembutan dan mengajak anaknya itu kembali ke kamar. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun Agnesh hanya mengikuti langkah kaki Bundanya.

Sesampainya di kamar, Vania mendudukkan Agnesh di tepian kasur. Wanita dengan sigap membuka kaos yang menutupi tubuh anaknya, membuat Agnesh terlonjak kaget dengan perlakuan Vania.

"Bun," ujar Agnesh berusaha mempertahankan bajunya dari badannya.

Vania hanya diam dan terus memaksa anaknya itu agar melepaskan kaosnya. Setelah kaos itu terlepas, Vania dengan jelas melihat luka-luka yang ada ditubuh Sang Anak. Kedua lengannya penuh luka serta lebam yang sudah berwana ungu ke hitam-hitaman. Punggungnya terdapat luka yang cukup dalam serta lebam dimana-mana.

"Agnesh," ujar Vania dengan suara yang sangat lirih. Mata wanita itu berkaca-kaca. Dengan sekali gerakan, wanita paruh baya itu membawa Agnesh dalam pelukannya.

Air mata Ibu itu mengalir dengan deras. Agnesh yang mendengar isakan kecil keluar dari bibir Bundanya segera mengelus punggung Vania dengan lembut.

"Agnesh gapapa Bunda, Agnesh kan anaknya Bunda yang sangat kuat," ujar Agnesh berusaha menghibur Vania. Namun, mendengar itu tangisan Vania semakin keras.

Ibu macam apa dia sampai tega membiarkan suamianya menyakiti anaknya sendiri? Apakah pantas dia menyandang status sebagai seorang Ibu?

"Agnesh. Maafkan Bunda Nak. Maaf, Bunda belum bisa berbuat apa-apa saat Ayahmu memukuli badan Agnesh kaya ini, maafin Bunda ya Nak," ujar Vania dengan suara yang sangat parau.

Agneh tersenyum dengan anggukan dari kepalanya. Perlahan Agnesh melapaskan pelukan itu, kakinya dia ayunkan menuju ke arah nakas untuk mengambil kapas dan betadine. Ya hanya itu yang Agnesh punya untuk mengobati luka-lukanya. Secara untuk membeli obat yang lengkap Kailash hanya memberinya uang pas-pasan.

"Bunda bantu Agnesh obati luka-luka Agnesh ya Bun," pintanya seraya menyerahkan kapas dan betadine itu ke tangan Vania.

Vania mengangguk dengan air mata yang kembali luruh. Tangannya dengan lihai mengobati luka-luka yang ada ditubuh anaknya. Tuhan, sampai kapan Engkau akan menghentikan perlakuan suaminya itu. Agnesh tidak tahu apa-apa perihal kejadian beberapa tahun silam. Tapi gadis ini harus mendapatkan siksaan atas apa yang tak dia ketahui.

"Bunda, tadi malam Agnesh denger pembicaraan Ayah sama Bunda,"

Deg

Perkataan Agnesh membuat Vania diam membeku, apa Agnesh mendengar semua perkatannya dengan Kailash?

"Siapa yang sudah Agnesh bunuh, Bun?"

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun