"Sejak kapan lo tertarik ilmu komunikasi?" tanya Nani saat kami sudah duduk di ruang kuliah menunggu dosen datang.
"Sejak gue jadi asisten dosen mata kuliah Manajemen Kesehatan Ternak," jawabku ngasal.
Nani terkikik, "Ngaco lo, ini ilmu komunikasi antar manusia, bukan sapi!"
Aku tak sempat menyanggahnya karena sesosok lelaki ramping berkacamata sudah memasuki ruangan dan menyapa dengan ramah dan santun.
"Tuh, dosen gue, keren kan?" Nani kedip-kedip ke arahku.
Ih, keren apanya. Mataku lurus menatap lelaki yang sudah mematahkan hati Tante Erlin, tepat ketika manik hitam di balik kacamata itu menyadari kehadiranku.
"Ada wajah baru saya lihat?" sapanya sambil tersenyum. Dasar tukang tebar pesona!
"Izin ikut kuliah, Pak. Dia teman saya mahasiswi Fakultas Peternakan!" Nani nyerocos tanpa sempat kucegah.
"Oh? Peternakan? Menarik sekali. Baik, silakan ikut kuliah saya, ya. Jika ada keperluan khusus terkait materi, kita bisa berbincang usai jam perkuliahan," angguk dosen tampan itu sambil mengalihkan pandangan dan memulai perkuliahan.Â
Eits, kenapa aku menyebutnya dosen tampan? Ingat Hiro, dia lelaki yang sudah membuat tidur tantemu tak nyenyak berbulan-bulan lamanya. Dia adalah musuh!
Selepas kuliah, Nani menyeretku menemui si Marwan. Nani nyerocos tentang tugasnya membuat paper dengan suara dimanja-manjain, halah yang bener aja Nan, suami orang itu. Aku diam menahan emosi. Setelah selesai bicara, Nani mendorongku maju. Astaga benar-benar deh kelakuan si Nani.