"Kalau umi tidak keberatan, umi mau tidak menemani aku untuk membeli hijab?"
"Tentu saja sayang, dengan senang hati. Umi mau sekali."
Annisa melompat-lompat kegirangan. Dia memeluk dan menciumi uminya.
***
Annisa memandangi wajahnya di kaca. Dia menatap wajahnya dalam-dalam. Annisa tersenyum-senyum sendiri. Dia terlihat lebih cantik saat memakai hijab. Hijab-hijab yang dibelikan uminya, dicobanya satu per satu. Annisa antusias sekali.
Annisa sudah mantap. Sudah sering dia merasa iri pada teman-temannya yang memakai hijab. Sekarang memang sudah saatnya bagi Annisa untuk mengobati rasa iri itu.
Saat sedang asyik-asyiknya mencoba hijab, Annisa kaget. Uminya tiba-tiba masuk ke kamar. Annisa malu sekali.
"Ah, umi membuat Annisa kaget saja. Annisa malu, umi." Ujar Annisa sambil tersipu.
"Kenapa harus malu, nak? Coba sini umi lihat." Umi mengangkat dagu Annisa yang menunduk.
Umi memandangi wajah putri tunggal kesayangannya itu. Umi tersenyum, "Subhanallah, kamu cantik sekali memakai hijab, nak. Kamu benar-benar putri umi yang sangat cantik. Tunggu nak, abi harus lihat kamu sekarang.
Dengan tergesa-gesa, umi menggandeng Annisa keluar kamar. Mereka menghampiri abi yang sedang menonton TV di ruang tengah.