Salah satu masalah terbesar bangsa Indonesia adalah tingginya angka korupsi, dengan nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) pada tahun 2022 sebesar 34 dengan skala 0-100, dan menempati urutan ke 110 dari 180 negara. Semakin besar nilai IPK menunjukkan sebuah negara semakin bersih, yang tahun 2022 di puncak klasemen sebagai negara terbersih dari korupsi adalah Denmark dengan IPK 90.
Berbagai upaya sudah dilakukan, yang secara garis besar dilakukan melalui tiga cara, atau yang biasa disebut sebagai trisula pemberantasan korupsi, yaitu:
1. PendidikanÂ
Upaya ini dilakukan dengan cara memasukkan pendidikan anti korupsi dalam kurikulum sekolah mulai dari Pra Sekolah sampai dengan Perguruan Tinggi. Namun karena belum ada regulasi yang mewajibkan, maka kurikulum pendidikan anti korupsi masih menjadi opsi bagi sekolah/perguruan tinggi.Â
2. Pencegahan
Upaya pencegahan korupsi dilakukan melalui sosialisasi, kampanye, dan penyelenggaran program pencegahan anti korupsi di instansi pemerintah. Sosialisasi dan kampanye anti korupsi dapat dilakukan oleh siapapun yang concern serta (lebih baik) telah memiliki sertifikasi Penyuluh Anti Korupsi atau Ahli Pembangun Integritas.
Program Reformasi Birokrasi, Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih  Melayani (WBK WBBM) adalah beberapa contoh yang dilakukan pemerintah untuk mewujudkan birokrasi yang bersih. Di samping itu juga ada program pencegahan dari KPK melalui monitoring pencegahan korupsi yaitu Monitoring Center of Prevention (MCP-KPK) serta pembentukan Desa Anti Korupsi.
3. Penindakan
Merupakan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui Aparat Penegak Hukum baik Kepolisian, Kejaksaan maupun KPK melalui penyelidikan, penyidikan dan penuntutan di pengadilan.
Tentang Desa Anti Korupsi (DAK)
Menarik bahwa salah satu upaya yang dilakukan di sisi pencegahan adalah dengan membentuk DAK. Desa merupakan pemerintahan di tingkat yang paling bawah dalam sistem pemerintahan kita. Sejak tahun 2015 desa memperoleh kucuran dana dari APBN berupa Dana Desa yang semakin besar jumlahnya dari tahun ke tahun. Tahun 2023 setiapdesa menerima Dana Desa sekitar 1 milyar per tahun.
Sayangnya, dengan dana yang semakin besar dikucurkan ternyata semakin banyak kasus-kasus korupsi yang terjadi di desa. Indonesian Corruption Watch (ICW) merilis data di tahun 2020 terdapat 416 kasus korupsi, dan pemerintah desa menduduki peringkat kedua terbanyak kasus korupsi dengan 141 kasus. Urutan pertama adalah Pemerintah Kabupaten dengan 152 kasus korupsi.
ICW juga mencatat selama semester 1 tahun 2021 terjadi 197 kasus korupsi dan Pemerintah Desa menempati posisi pertama dengan 62 kasus, disusul Pemerintah Kabupaten dengan 60 kasus.Â
Melihat kondisi tersebut, tepat kiranya KPK membuat program DAK sebagai salah satu langkah pencegahan. Tahun 2021 dibentuk 1 DAK yaitu Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul DIY, tahun 2022 terdapat 10 Provinsi dengan 10 DAK, selanjutnya secara terus menerus akan dilakukan replikasi DAK sehingga setiap Provinsi  1 DAK, setiap Kabupaten 1 DAK (tahun ini) kemudian tiap Kecamatan  1 DAK dan pada akhirnya semua desa menjadi Desa Anti Korupsi. Â
Upaya pencegahan yang dilakukan baik dari atas yaitu kementerian/lembaga/daerah maupun dari bawah melalui DAK diharapkan mempercepat terwujudnya Indonesia yang bersih dan bebas KKN.
Tujuan dibentuknya DAK adalah:
1. Membangun integritas dan membudayakan nilai-nilai antikorupsi pada pemerintah desa dan masyarakat desa;
2. Memperbaiki tata kelola Pemerintah Desa;
3. Meningkatkan peran serta masyarakat;
4. Sinergitas pencegahan dan pemberantasan korupsi antara KPK, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota;
5. Mendorong peran aktif lembaga di Kabupaten yaitu pengawasan oelh Inspektorat pembinaan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa serta digitalisasi dan keterbukaan informasi publik dari Dinas Komunikasi dan Informatika.
Indikator Desa Anti Korupsi
1. Penguatan Tata Laksana
Penguatan tata laksana menghendaki desa memiliki regulasi/kebijakan di tingkat desa misalnya Peraturan Desa/Keputusan Kepala Desa/SOP sebagai landasan hukum atas kegiatan-kegiatan yang ada di desa.
Terdapat 5 sub indikator yang harus dipenuhi desa yaitu adanya regulasi dalam hal a) perencanaan dan penganggaran; b) penilaian kinerja Perangkat Desa; c) pengendalian gratifikasi, suap, konflik kepentingan; d) proses pengadaan barang/jasa; serta e) pakta integritas.Â
2. Penguatan Pengawasan
Terdapat 3 sub indikator dalam penguatan pengawasan yaitu : a) pengawasan internal yang dilakukan oleh desa itu sendiri, b) melakukan tindak lanjut hasil pengawasan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) baik internal maupun eksternal (BPK) serta c) keharusan tidak ada perangkat desa yang terjerat kasus hukum dalam 3 tahun terakhir;
3. Peningkatan kualitas pelayanan publik
Terdapat 5 sub indikator untuk meningkatkan pelayan publik yang berkualitas, dinilai melalui :
a) Adanya layanan pengaduan masyarakat;Â
b) Survey kepuasan masyarakat;Â
c) Tersedianya informasi dan kemudahan akses bagi masyarakat atas Standar Pelayanan Minimal (SPM);
d) Transparansi, publikasi dan kemudahan diperoleh informasi tentang APBDesa oleh masyarakat;
e) Maklumat pelayanan; transparansi atas proses, biaya dan waktu pelayanan yang diterima masyarakat;
4. Penguatan Partisipasi Masyarakat
Dinilai melalui 3 sub indikator yaitu :
a) adanya keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam penyusunan program pembangunan tahunan desa yang dituangkan dalam Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa);
b) adanya keterlibatan dan partisipasi aktif masyarakat dalam pencegahan gratifikasi, suap dan benturan kepentingan;
c) partisipasi lembaga kemasyarakatan desa seperti PKK, LPM, Karang Taruna, RT/RW dan lain-lain dalam proses pembangunan desa;
Semakin tinggi keterlibatan dan partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan di desa, diharapkan semakin baik pula hasil-hasil kegiatan dan pembangunan yang berdampak kepada masyarakat.
5. Kearifan lokal
Dinilai dengan 2 sub indikator yaitu a) adanya budaya lokal/kebiasaan/hukum adat yang mendorong adanya upaya pencegahan korupsi; dan b) adanya tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, kaum perempuan yang giat mendorong dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi.
Jika 5 indikator dengan 18 sub indikator di atas terpenuhi, dengan ketercapaian yang semakin baik pula, diharapkan terwujud desa anti korupsi. Dampaknya tentu saja dalam semua aspek pengelolaan pemerintahan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa terselenggaran secara transparan, efektif efisien, akuntabel dan berorientasi pelayanan.
Jika demikian maka pengelolaan keuangan desa yang dituangkan dalam APBDesa, yang jumlahnya mencapai milyaran setiap tahunnya, dapat digunakan  sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat desa serta mewujudkan masyarakat desa. Pengelolaan keuangan desa yang transparan dan akuntabel diharapkan mampu menggerakkan ekonomi di desa, pemberdayaan masyarakat desa yang berujung pada terwujudnya kesejahteraan masyarakat desa.
Jika hal tersebut benar-benar dapat mewujud, maka Indonesia bersih dan bebas KKN dimulai dari desa bukan sekedar mimpi. Tantangan bagi kita semua (terlebih penduduk desa) adalah mampukah kita  berpartisipasi aktif dan terlibat langsung dalam keberhasilan program DAK ini? Mengingat sangat terbuka ruang bagi kita untuk terlibat langsung melalui penguatan partisipasi masyarakat dalam seluruh proses pembangunan desa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H