Mohon tunggu...
Irenna M
Irenna M Mohon Tunggu... Penulis - human

master none

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kaya Dadakan

6 September 2022   18:51 Diperbarui: 6 September 2022   18:53 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Uyo dan Asep tidak berangkat berdua, ada Ucok dan Darma, teman seprofesi---kuli bangunan---yang juga butuh uang. Sedangkan Ki Geni bertapa di gubuk agar misi kami berhasil dan pulang dengan selamat.

Menuju tengah malam, ketika gelap, dingin dan suara jangkrik beradu, sesuai kesepakatan, mereka berempat pergi menuju Hutan Jiban. Hutan Jiban dipenuhi oleh jejeran pohon jati tinggi besar. Suasana mencekam pun sangat terasa. Tak ada satu pun dari mereka berempat yang bicara. Hanya suara jangkrik bersautan dan langkah kaki yang menginjak ranting pohon. Mereka berjalan jejer memanjang seperti bermain kereta api di jalan setapak. Asep paling depan, barisan kedua ada Uyo, barisan ketiga ada Darma, dan barisan paling akhir ada Ucok. Masing-masing membawa senter dan senjata tajam, takut-takut bertemu binatang buas.

Jalanan begitu berliku dan terjal. Mereka harus berjalan hati-hati dan penuh perhitungan. Di barisan paling depan, Asep sedang membaca peta, hanya dia seorang yang tak buta arah. Dengan cermat Asep menelusuri jalan sesuai arah dengan langkah yakin.

"Masih jauh kagak sih?" Darma bicara dengan suara bergetar. Entah karena kedinginan atau ketakutan.

"Sebentar lagi." Asep menjawab dengan suara terengah. Setelah kurang lebih berjalan dua puluh menit, akhirnya mereka sampai di sebuah gubuk reyot yang membelakangi pohon randu rindang. Mungkin saja, usia pohon itu lebih tua dibanding usia mereka.

"Harta karunnya dimana, Sep?" Mata Ucok sudah berbinar. Ia berniat untuk mempersunting kekasihnya, Eli dan membuka usaha jika benar mendapat emas.

"Iya, di mana, Sep? Buruan, serem nih!" Darma mengusap tengkuk leher, matanya melirik kanan dan kiri.

Ah, dia ketakutan rupanya!

"Sabar. Kata Ki Geni, kita harus nunggu dulu sebelum ada yang menyambut kedatangan kita."

Jawaban Asep membuat kening Uyo mengeryit. Apa maksudnya ucapan Asep itu? Hendak menanyakan, tapi ucapannya tertahan. Mungkin hanya dia saja yang curiga, bahkan Ucok dan Darma pun tak berkomentar apa pun.

Alarm ponsel Asep berbunyi. Tepat setelah itu, ia mulai bertingkah aneh. Asep menelungkupkan tubuhnya ke arah gubuk reyot itu. Kemudian gubuk reyot itu terbelah menjadi dua, memperlihatkan pohon randu yang berubah membesar sampai menyentuh langit. Melihat keanehan Asep, membuat ketiga temannya menjauh dan saling memeluk satu sama lain di pojok pohon jati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun