Pekan ini, 6 Mei 2022, pukul 20.30 WIB, saya membuka WA dari salah satu teman saya berinisial Jh yang kini tinggal di Lubuklinggau, sebuah Kota di Sumatera Selatan. Berikut teks WA-nya :
Cakmano mas menyikapi rezeki uang yg belum maksimal singgah di kito Â
Sangat mungkin pertanyaan Jh, teman saya ini bisa mewakili puluhan, ratusan bahkan puluhan ribu manusia, termasuk juga, saya. Siapapun : saya, Anda dan kita Insya Allah dengan kesadaran kehambaan dan ke-khalifahan sangat sadar, putaran waktu dan apapun yang terjadi di bumi dan langit seisinya tak lepas dari rencana (skenario) Allah, Swt.
Sebab hakikat kita dasarnya tidak ada, (mati), kemudian di-adakan (dihidupkan), lalu kita akan kembali pada ketiadaan, dan ketiadaan itulah hakikat (keabadian) kemanusiaan kita.
Karena kita bermuasal dari ketiadaan, lalu diadakan (dihidupkan) maka, tidak ada satu detak napas pun dibumi Allah Swt ini yang lepas dari qodho dan qodar-Nya si Empunya Langit dan Bumi.
Jangankan tertundannya rejeki, daun jatuh dari atas pohon pun semua sudah takdir. Termasuk waktu dan komposisi tinja, air kecil yang selalu keluar dari dubur kita. Semua diatur dengan sistem yang rapi, jauh sebelum atau bahkan tak pernah kita minta sebelumnya.
Kisah Dua Pengamen
Membaca WA Jh, teman saya itu, saya kemudian teringat dengan kisah saya dan kawan-kawan wartawan di Palembang.
Saya lupa hari dan tanggalnya. Tapi ini terjadi tahun 2011.