“Mili! Mili! Tenang dulu!”
“Nggak! Gue eng—nggak tenang! Gu—gue mau pu—lang, hiks!”
Semua orang di ruangan berpandangan. Tak mengerti apa yang terjadi dengan Mili. Sungguh, perasaanku makin tak enak. Ada apa ini?
“Mil, minum dulu!” Bastian mengulurkan segelas air putih pada Mili yang sayangnya ditolak gadis itu. Ia menatapku lekat-lekat sebelum kemudian kembali meracau, memaksa ingin pulang.
“Mil, lo jelasin dulu bisa?” kataku akhirnya. “Kalau tiba-tiba lo mau pulang, kan gue bingung. Mana ini udah malam, mau naik apa juga.”
Sejurus kemudian Mili terdiam. Ia terisak. “Gu—gue lihat ha—hantu?”
“HANTU? Maksud lo?”
“La—laki –laki itu. Ma—mas Sam—sir. Di—a datang. Dia—dia barusan ke—sini. Pada—hal dia ud—udah mati kan? Ka—lian bilang ta—di siang d—dia dibakar kan?”
Aku terbeliak. Meski terbata-bata, aku bisa menangkap omongan Mili. “Serius lo, Mil?”
Mili mengangguk. Spontan aku memandang teman-temanku yang lain. Semua terlihat kaget, tak percaya. Baru saja aku hendak bertanya, sebuah ketukan di pintu terdengar.
“Mas! Mas—mas! Mas Dion! Mas!”