Ah, Ibu pasti marah jika tahu alasannya. Masih terpatri jelas di benak Kinara ucapan Ibu untuk tak lagi melihatnya.
“Kinara…”
Kinara menghela napas dalam-dalam. Kepalanya terangkat. Tak lama menggeleng. Eng—nggak. Nggak ada apa-apa, Bu.”
Sesaat hening. Kinara bergeming di tempatnya. Sungguh, tak mungkin mengatakan yang sebenarnya.
“Kamu ke sana?”
Wajah Kinara memucat seketika. Habis sudah! Ibu jelas-jelas tahu.
“Benar kan? Ya Tuhan, Kinara sudah berapa kali Ibu bilang untuk tak lagi menemuinya,” Suara Ibu terdengar frustasi membuat dada Kinara terasa sesak.
Maaf, Bu!
“Jangan, Nak. Jangan menyakiti dirimu.” Sambung Ibu dengan lirih. “Mengertilah, dia sudah tak lagi peduli pada kita. Dia memilih meninggalkan kita, Kinara…,”
Sebutir air mata lolos membasahi pipi Kinara. Ibu benar. Pada akhirnya ia memang menjadi pihak yang tersakiti. Ah, bodohnya kamu, Kinara!
“Kamu bertemu dengannya?”