“Udah ah turunin gue!”
“Tanggung sih, Ra. Bentar lagi juga rumah Reyhan!” tolak Rifat kemudian.
Aira berdecak. “Kalian ini kenapa sih? Maksa banget. Lo juga, Ris! diantara mereka berempat kan lo paling alim, kenapa ikut- ikutan sih?”
Haris yang berada dibalik kemudi mengendikkan bahunya. Matanya sesaat menatap Aira dari balik kaca diatas dashboard. Ia tersenyum kecil.
“Sorry, Ra. Masalahnya Reyhan sakit, obatnya itu kamu.”
Aira mengerut, “Maksud lo?”
“Deuh, ni cewek beneran ya, pinter- pinter telmi!” Aira kembali menoleh. Ditatapnya Rifat tajam.
“Heh, gini- gini gue juara kelas ya! Daripada lo nilai acakadut nggak keruan.”
Alih- alih marah, Rifat justru terbahak. “Biarin! Yang penting gue nggak telmi.” katanya dengan lidah terjulur ke luar.
“Cih, bocah!” ejek Aira dengan bibir melengkung ke bawah.
“Tapi ganteng!”